Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Trimegah Asset Management (Trimegah AM) segera meluncurkan reksadana indeks berbasis saham, yakni Trimegah FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index.
Research Analyst Trimegah AM Irfan Adiputra mengungkapkan, pemilihan indeks FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index tidak terlepas dari indeks ini dianggap punya likuiditas yang baik, didominasi oleh saham big caps, dan tentunya punya volatilitas yang rendah. Irfan bilang, indeks tersebut punya fenomena yang disebut low volatility anomaly dan hal ini yang akan dimanfaatkan Trimegah AM.
Anomali ini berupa ketika pasar sedang terkoreksi dan harga saham turun cukup dalam, maka akan perlu kenaikan harga yang lebih tinggi dari nilai koreksi untuk bisa kembali ke level semula. Irfan mencontohkan, ketika harga saham turun 20%, akan diperlukan kenaikan 25% untuk bisa kembali ke level sebelum koreksi.
“Oleh karena itu, saham yang volatilitasnya rendah akan diuntungkan karena ketika market crash, anjloknya tidak akan terlalu dalam. Sehingga, untuk kembali ke level semulanya akan lebih cepat dibanding saham-saham yang volatilitasnya tinggi,” terang Irfan pada press conference Trimegah FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index, Selasa (9/2).
Baca Juga: Trimegah Asset Management meluncurkan reksadana baru
Adapun untuk Trimegah FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index ini sendiri portofolionya diisi oleh 31 saham dengan kapitalisasi pasar yang besar, serta memiliki volatilitas yang rendah. Dengan kata lain, portofolio yang terbentuk memiliki likuiditas yang baik dan risiko terjaga.
Beberapa portofolio saham reksadana ini antara lain ada Bank Central Asia (BBCA), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Telkom Indonesia (TLKM), Bank Mandiri (BMRI), dan Astra International (ASII).
Sementara Fund Manager Trimegah AM Augustinus Gerald Windoe mengatakan, secara historis, indeks dengan tema low volatility selalu mengalahkan benchmark indeks utamanya, baik di pasar global maupun di Indonesia. Secara akumulatif return-nya pun bisa jauh lebih superior.
Minat investor pun juga terus mengalami perbaikan yang tercermin dari pertumbuhan dana kelolaan reksadana yang dikelola secara pasif. Sepanjang 2018 - 2020, dana kelolaannya mempunyai pertumbuhan sebesar 135%.
“Secara prospek pun juga diperkirakan masih akan terus tumbuh. Bahkan, diproyeksikan dalam lima tahun ke depan, proporsi AUM dari reksadana pasif akan mencapai 25% dari total AUM reksadana global. Sementara proporsi AUM reksadana dengan pengelolaan aktif akan menyusut,” tambah Gerald.
Gerald menambahkan, Trimegah FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index memiliki beberapa keunggulan. Antara lain, memberikan alternatif investasi yang meminimalkan risiko volatilitas saat pasar tengah tertekan tapi tetap memberikan potensial return yang atraktif saat pasar menguat.
Lalu, memiliki portofolio saham yang memiliki volatilitas rendah, serta kapitalisasi pasar dan likuiditas yang tinggi.
Berikutnya, Trimegah juga berupaya meminimalisir tracking error (maksimal 1%) untuk memberikan imbal hasil yang mirip dengan indeks acuan. Serta pengelolaan secara pasif pada akhirnya akan membuat manajemen fee bisa lebih murah.
“Untuk besaran imbal hasil, reksadana ini akan mengikuti indeks saham. Kami memperkirakan, IHSG pada akhir tahun akan di kisaran 6.700 - 6.800 untuk best case scenario. Jadi, setidaknya ada peluang sekitar 9-10% untuk return. Kami berharap, konstituen low ini bisa outperform indeks tersebut,” kata Gerald.
Rencananya, Trimegah FTSE Indonesia Low Volatility Factor Index ini akan resmi diluncurkan pada 19 Februari mendatang.
Selanjutnya: IDX SMC Liquid menguat 7,51% dari awal tahun, saham-saham ini yang naik tertinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News