Reporter: Wahyu Satriani, Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Penurunan harga komoditas sepanjang tahun ini tecermin pada kinerja reksadana saham berbasis komoditas. Berdasarkan data PT Infovesta Utama, reksadana saham dengan aset dasar (underlying asset) komoditas masih redup sepanjang paruh kedua tahun ini.
Ambil contoh, produk reksadana milik PT Mandiri Manajemen Investasi bernama Mandiri Komoditas Syariah Plus. Sejak akhir 2011 hingga 24 Oktober 2012, reksadana itu mencetak imbal hasil minus 9,31%. Lalu, Danareksa Mawar Komoditas 10, yang diracik PT Danareksa Investment Management (DIM), return-nya minus 11,6%.
Sepanjang 30 Juni - 24 Oktober 2012, kinerja Mandiri Komoditas Syariah Plus turun 13,18%. Kinerja Danareksa Mawar Komoditas 10 di periode yang sama, minus 26,13%.
Direktur Utama PT Danareksa Investment Management (DIM), Zulfa Hendri, mengakui, kinerja reksadana berbasis komoditas tahun ini melempem, terpengaruh pasar global yang tidak stabil. Harga komoditas yang rontok dibuntuti oleh penurunan harga saham-saham emiten di sektor komoditas.
Untuk jangka panjang
Zulfa optimistis, saham-saham berbasis komoditas masih memiliki prospek yang positif untuk jangka panjang. Itu sebabnya DIM tetap mempertahankan produk reksadana sahamnya yang berbasis saham-saham komoditas.
Di saat reksadana komoditas tak bertenaga mencetak imbal hasil tinggi, DIM mengandalkan reksadana lain untuk merebut hati investor, seperti reksadana saham berbasis konsumer yang sedang berlari kencang. "Kinerjanya berbanding terbalik dengan reksadana berbasis komoditas," ujar dia.
Direktur Batavia Prosperindo, Yulius Manto, menambahkan, penyebab kejatuhan reksadana saham berbasis komoditas adalah prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang tidak pasti. Begitu pun pertumbuhan ekonomi di China yang diperkirakan tidak sampai 7%, tahun ini.
Yulius menjelaskan, kinerja reksadana berbasis komoditas di Batavia, yakni Batavia Dana Saham Agro hanya mencetak imbal hasil berkisar 4%-4,5% selama 31 Agustus hingga 30 September 2012.
Sementara sepanjang Agustus, reksadana komoditas di Batavia mencetak imbal hasil antara -3% hingga -4%. "Hingga akhir tahun, pertumbuhan kinerja reksadana berbasis komoditas diprediksi tidak akan jauh berbeda dibanding saat ini," ujar Yulius.
Analis riset Infovesta Utama, Fadil Sulaimin, mengatakan, kinerja reksadana berbasis komoditas di semester II tahun ini memang belum menunjukkan perbaikan. Penyebabnya, harga komoditas seperti minyak, batubara, crude palm oil (CPO) maupun logam dasar berharga terjebak dalam tren pelemahan, sejak awal tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi China, yang merupakan negara pengguna komoditas energi terbesar, sedang lesu. Hal itu menyebabkan turunnya permintaan komoditas, kendati produksi tetap.
Situasi seperti ini diperkirakan tidak akan pulih dalam waktu singkat. Seperti China, negara-negara industri besar lain, seperti AS, Jepang dan Jerman, sedang berjuang keras melawan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Dalam setahun ke depan, saham-saham sektor konsumsi, infrastruktur, telekomunikasi dan konstruksi diprediksi berlari lebih kencang daripada saham komoditas. "Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan tumbuh hingga mengangkat pergerakan saham-saham di sektor tersebut," kata Barkah Supriadi, Senior Fund Manager Equity Investment PT Danareksa Investment Management.
Ketua Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia (APRDI), Abiprayadi Riyanto, berpendapat, justru sekarang merupakan saat yang tepat bagi para investor untuk menambah kepemilikan di reksadana berbasis komoditas.
Menurut Abiprayadi, penurunan kinerja reksadana komoditas bisa dilihat sebagai peluang untuk mendapatkan unit lebih banyak dengan hagra sama. "Prospek komoditas masih positif untuk jangka panjang," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News