Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten telah merilis laporan keuangan per kuartal I-2022. Hasilnya, emiten pertambangan menjadi jawara dengan mayoritas membukukan kenaikan laba bersih dan pendapatan.
Ambil contoh PT Harum Energy Tbk (HRUM) mencatatkan kinerja apik sepanjang tiga bulan pertama 2022. Emiten tambang batubara ini mencetak laba bersih sebesar US$ 62,8 juta pada kuartal pertama 2022. Angka ini melonjak 256,5% jika dibandingkan laba bersih di kuartal I-2021 sebesar US$ 17,6 juta.
Kenaikan kinerja keuangan HRUM tidak terlepas dari kenaikan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) batubara. HRUM mencatatkan ASP sebesar US$ 168,4 per ton alias melonjak hingga 158,8%, dimana ASP yang dicapai pada kuartal pertama 2021 hanya sebesar US$ 65,1 per ton.
Tak hanya HRUM, sejumlah emiten tambang batubara lainnya seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Indika Energy Tbk (INDY) juga mencetak kenaikan laba bersih dan pendapatan sepanjang tiga bulan pertama 2022.
Analis Bahana Sekuritas Timothy Wijaya menilai, kondisi pasar batubara saat ini akan membuat harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) emiten batubara akan mencapai level tertingginya.
Baca Juga: Harum Energy (HRUM) Akan Stock Split Saham 1:5, Perhatikan Jadwal Lengkapnya
Bahana Sekuritas merevisi proyeksi harga rata-rata batubara untuk tahun 2022, dari semula US$ 175 per ton menjadi US$ 250 ton.
Tak hanya tambang batubara, emiten penghasil tambang logam juga berhasil mencetak kinerja apik. Seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang kompak mencatatkan kenaikan laba di kuartal pertama 2022.
Pergerakan harga komoditas nikel pun menjadi katalis positif bagi emiten. Menurut Timothy, INCO adalah emiten yang paling sensitif terhadap perubahan harga nikel di antara rekan-rekan (peers) nya. Hal ini karena 100% pendapatan INCO disumbang oleh penjualan nikel matte.
Menurut hitungan Bahana Sekuritas, setiap kenaikan/penurunan US$ 1.000 per ton harga nikel, akan berimplikasi pada kenaikan/penurunan 5%/15% pada pendapatan dan laba bersih INCO.
Bahana Sekuritas memperkirakan pendapatan dan laba bersih INCO akan tumbuh sebesar 31,2% dan 48,8% tahun ini. Proyeksi ini didukung oleh perkiraan harga nikel yang lebih tinggi, yakni sebesar US$ 25.000 per ton pada tahun 2022.
“Proyeksi ini juga menimbang meningkatnya hasil produksi setelah selesainya pembangunan kembali (rebuild) tungku atau furnace 4,” terang Timothy, Jumat (27/5).
Sementara itu prospek ANTM terdorong oleh keuntungan dari perusahaan patungan atau joint venture (JV) yang didirikan dengan Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd (CBL) dan LG Energy Solution (LGES) untuk membangun rantai pasokan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) terintegrasi di Indonesia.