Reporter: Grace Olivia | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendanaan alternatif di luar anggaran pemerintah kembali gencar. Apalagi kalau bukan demi menggenjot proyek infrastruktur yang menjadi pekerjaan rumah besar bagi sejumlah emiten pelat merah pada tahun ini.
Alhasil, sejumlah manajer investasi kembali meluncurkan reksadana penyertaan terbatas (RDPT) dengan menjadikan proyek infrastruktur sebagai aset dasarnya. Berdasarkan keterbukaan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Senin (16/4), tiga manajer investasi telah resmi mencatat penerbitan instrumen RDPT infrastruktur.
Pertama, Reksa Dana Penyertaan Terbatas Mandiri Infrastruktur Ekuitas Transjawa. Produk RDPT dari Mandiri Manajemen Investasi (MMI) ini telah mendapat izin efektif dari Otoritas Jasa Keuangan sejak Senin (9/4) lalu.
Endang Astharanti, Direktur Mandiri Manajemen Investasi, belum dapat memastikan kapan produk RDPT infrastruktur ini akan meluncur. "Kami masih tahap penawaran dan penjelasan produk kepada para calon investor potensial. Masih lihat perkembangan dari sisi investornya dulu," ujar Endang, (16/4).
Selain itu, ada juga RDPT Danareksa Infrastruktur Dirgantara I. Berdasarkan pemberitaan KONTAN sebelumnya, produk racikan PT Danareksa Investment Management ini ditujukan untuk mendanai proyek pembangunan Bandara Kertajati milik PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB).
Hasil penerbitan RDPT infrastruktur Dirgantara I akan berkontribusi 49% untuk pendanaan proyek Bandara Kertajati. Sisanya, 51% merupakan suntikan dana pemerintah provinsi Jawa Barat.
Terakhir, ada pula produk RDPT infrastruktur besutan PT Ciptadana Asset Management. Produk bertajuk Ciptadana Infrastruktur Indonesia ini rencananya akan menjadikan perpetual bond milik PT PP Tbk (PTPP) sebagai aset dasar.
Nilai perpetual bond yang akan diterbitkan itu berkisar Rp 1 triliun-Rp 2 triliun. Bisa dibilang, ini merupakan skema pendanaan alternatif yang cukup unik dibandingkan yang sudah ada sebelumnya.
Senior Research Analyst Infovesta Utama, Praska Putrantyo menjelaskan, produk RDPT ini memang terbilang cukup menarik bagi para investor. Terutama, RDPT dengan aset dasar infrastruktur yang sedang masif dikerjakan oleh pemerintah.
"Biasanya investor tertarik karena underlying asset merupakan proyek infrastruktur massal untuk publik. Dari segi imbal hasil dalam jangka panjang, ini cukup menjanjikan," ujarnya, (16/4).
Praska menambahkan, imbal hasil RDPT terbilang variatif bergantung dari jenis dan lokasi proyek yang menjadi aset dasar. Namun, tak jarang imbal hasil produk ini bisa menyamai bahkan sedikit mengungguli reksadana konvensional berbasis saham. "Rata-rata imbal hasilnya dua digit. Sejauh ini, aset infrastruktur yang umumnya menarik adalah jalan tol dan bandara," katanya.
Adapun, keuntungan yang bisa didapatkan investor dari produk ini tidak didapat dari pergerakan harga pasar. Keuntungan investor sangat bergantung pada keberhasilan proyek yang menjadi aset dasarnya.
Begitu juga dari segi risiko, investor RDPT juga tidak dihadapkan pada risiko pasar, tetapi pada risiko likuiditas dan risiko bisnis. Investor terancam rugi jika proyek infrastruktur yang menjadi aset reksadana tersebut tidak teralisasi sesuai agenda atau mengalami kendala di pertengahan jalan.
Sekadar informasi, RDPT merupakan instrumen investasi yang ditujukan hanya untuk maksimal 50 pihak investor. Investasi melalui RDPT dilakukan pada sektor riil, bahkan diperkenankan pada perusahaan yang belum berstatus publik. Karena ditujukan untuk investor institusi, nilai minimun investasi RDPT pun terbilang jumbo, yaitu Rp 5 miliar per unit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News