Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service memangkas peringkat PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dan obligasi senilai US$ 250 juta dari B3 menjadi Caa1 dengan outlook negatif.
Pemangkasan tersebut dilakukan mengingat Gajah Tunggal memiliki paparan yang besar terhadap pelemahan rupiah yang bila terus berlangsung akan meningkatkan beban dan margin EBITDA. Hal ini tentunya akan menekan laba dan arus kas, serta meningkatkan ketergantungan Gajah Tunggal pada pendanaan jangka pendek.
Moody's memperkirakan setiap 10% pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), margin EBITDA Gajah Tunggal akan turun 2%.
Baca Juga: Moody’s ingatkan pemerintah soal risiko pembengkakan bunga utang
Direktur Corporate Communication and Investor Relation Gajah Tunggal Catharina Widjaja optimistis perusahaannya mampu mengurangi dampak negatif pelemahan rupiah dengan hedging yang sudah dijalankan dan adanya pendapatan ekspor berdenominasi dolar AS.
"Hedging sudah dijalankan dalam skema pembayaran pokok pinjaman sindikasi. Perusahaan juga menghasilkan pendapatan ekspor dalam dolar AS, yang mengurangi dampak negatif dari menguatnya dolar AS," kata Catharina kepada Kontan.co.id, Senin (6/4).
Catharina menambahkan, Gajah Tunggal juga berusaha meminimalkan risiko pelemahan ekonomi makro ini dengan meningkatkan efisiensi dalam proses produksi. Selain itu, Gajah Tunggal juga tidak memiliki rencana ekspansi besar yang membutuhkan pendanaan jumbo.
Baca Juga: Gajah Tunggal (GJTL) tak terdampak beleid impor limah non-B3
Menurut Moody's dari utang jangka panjang sebesar US$ 397 juta hanya US$ 184 juta yang dilindung-nilai (hedging) pada 30 September 2019. Selanjutnya, hedging hanya melindungi pokok sampai dengan Rp 14.811 per dolar AS sementara biaya bunga tetap tidak dilindung nilai.
Moody's melihat, GJTL juga sangat bergantung pada pinjaman modal kerja jangka pendek, yang sebagian besar akan jatuh tempo pada Agustus 2020. Kondisi pasar modal yang tidak stabil saat ini memperburuk risiko pembiayaan kembali untuk pinjaman ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News