Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berlanjutnya tekanan terhadap pasar saham terbuka lebar dalam sepekan ke depan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih rawan melemah, setelah mengalami penurunan signifikan pada pekan lalu.
IHSG kini terlempar ke posisi 7.087,31 usai ambles 1,11% menutup perdagangan pekan lalu, Jumat (19/4). Pasca libur panjang Idul Fitri, IHSG mengakumulasi pelemahan 2,74% pada periode perdagangan 16 April - 19 April 2024.
Secara mingguan, seluruh indeks sektoral kompak anjlok, kecuali sektor energi yang mampu menguat 1,35%. Bursa saham tersengat efek dari memanasnya tensi geopolitik di Timur Tengah setelah pecah konflik antara Israel vs Iran.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih menyoroti, bersamaan dengan sentimen eksternal, IHSG ambles terseret aksi profit taking usai bursa saham tutup selama libur lebaran.
Baca Juga: IHSG Turun Tajam, Saham-Saham Ini Banyak Dikoleksi Asing di Akhir Pekan
"Geopolitik memanas, memberikan kekhawatiran pelaku pasar. Sehingga melakukan aksi profit taking pada aset berisiko, termasuk di pasar ekuitas," kata Ratih kepada Kontan.co.id, Minggu (21/4).
Sepanjang pekan lalu, investor asing pun masih melanjutkan capital outflow dengan posisi net sell senilai Rp 4,51 triliun. Ratih pun mengamati sejumlah katalis yang bakal memengaruhi pasar saham, sekaligus berpotensi membawa IHSG lanjut melemah dalam sepekan ke depan.
Pertama, kondisi geopolitik di Timur Tengah yang masih panas. Dalam kondisi ini kecenderungan pelaku pasar akan memilih untuk mengoleksi aset yang lebih minim risiko ketika terjadi ketidakpastian ekonomi, seperti emas dan dolar Amerika Serikat (AS). Situasi ini pun memicu pelemahan nilai tukar rupiah yang telah menembus Rp 16.280 per dolar AS.
"Pelemahan rupiah dapat mempengaruhi likuiditas perbankan yang pada akhirnya menggerus profitabilitas. Pelemahan nilai tukar juga memberikan katalis negatif bagi emiten dengan bahan baku impor, serta emiten yang memiliki global bond," terang Ratih.
Kedua, sentimen dari kondisi ekonomi AS yang masih solid. Tingkat inflasi pun masih sulit ditekan hingga ke target di level 2%. Konflik di kawasan Timur Tengah juga dapat memicu kenaikan harga energi dan berpotensi membuat inflasi tetap tinggi.
Kondisi ini bisa mengganjal langkah The Fed untuk memangkas suku bunga acuan, yang semula diprediksi terjadi pada semester I-2024. Ketiga, dari dalam negeri, pelaku pasar akan mencermati rilis neraca perdagangan di awal pekan serta Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 23 - 24 April 2024.
Ratih melihat BI berpotensi tetap menahan suku bunga di level 6% untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menambahkan, selain rilis data-data ekonomi dan arah kebijakan suku bunga bank sentral, pelaku pasar akan mencerna hasil sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: Cermati Saham-Saham Big Caps yang Banyak Dijual Asing Saat IHSG Merosot Jumat (19/4)
MK dijadwalkan akan mengumumkan hasil sidang atas gugatan sengketa Pemilihan Presiden 2024 pada Senin (22/4). Respons publik terhadap keputusan MK beserta dampaknya bagi tensi politik dalam negeri akan turut memengaruhi arah pasar saham ke depan.
"Apabila semua pihak merespons positif, maka pasar akan mendapatkan bantalan di tengah pelemahan, atau justru menjadi kekuatan untuk menghijau di hari itu," kata Nico.
Sementara itu, Pengamat pasar modal & Founder WH-Project William Hartanto berpandangan sentimen dari dalam negeri seperti keputusan MK dan suku bunga BI tidak membawa dampak yang terlampau signifikan.
Dia menaksir, bursa saham masih lebih dibayangi oleh sentimen eksternal, terutama kelanjutan konflik Israel vs Iran dan dampaknya terhadap geopolitik maupun ekonomi global.