kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Raihan Pendapatan dan Realisasi Capex Emiten Memburuk di Semester I


Rabu, 07 Agustus 2024 / 17:17 WIB
Raihan Pendapatan dan Realisasi Capex Emiten Memburuk di Semester I
ILUSTRASI. Pertumbuhan pendapatan dan realisasi anggaran belanja modal alias capital expenditure (capex) emiten dinilai memburuk.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan pendapatan dan realisasi anggaran belanja modal alias capital expenditure (capex) emiten dinilai memburuk sepanjang semester I 2024.

Tim Analis BCA Lazuardin Thariq Hamzah dan Barra Kukuh Mamia melihat bahwa perlambatan raihan pendapatan dan realisasi capex menunjukkan bahwa para emiten cenderung menggunakan kas untuk kebutuhan, bukannya untuk melakukan ekspansi dan mendapatkan keuntungan lebih.

Dari global, pasar keuangan Amerika Serikat (AS) menurunkan perkiraan nonfarm payroll pada bulan Juli 2024 dari 190.000 menjadi 175.000. Namun, realisasi nonfarm payroll turun jauh menjadi 114.000 karena melambatnya pertumbuhan lapangan kerja di sektor publik dan swasta. Hal ini juga mendorong tingkat pengangguran AS ke level tertinggi dalam 32 bulan, yaitu sebesar 4,3%.

“Hal itu cukup meyakinkan pasar bahwa The Fed kemungkinan akan memangkas suku bunga sebesar 4-5 kali di tahun 2024,” ujar mereka dalam riset tertanggal 5 Agustus 2024.

Baca Juga: IHSG Menguat 1,16% Pada Rabu (7/8), BUKA, CPIN, ESSA Top Gainers LQ45

Gejolak perekonomian global membuat banyak investor beralih ke aset yang defensif dan lebih aman. Di sepanjang pekan lalu, investor asing membeli aset rupiah senilai US$ 0,63 miliar, termasuk aliran masuk US$ 0,36 miliar ke pasar SBN.

Hal itu pun berhasil membantu menurunkan imbal hasil SBN acuan 10 tahun dari 6,93% menjadi 6,83% ketika pasar tutup Jumat lalu.

“Rencana pembatasan penerbitan SBN pada tahun 2024 dapat meningkatkan urgensi investor asing untuk kembali ke pasar SBN, terutama jika Bank Indonesia (BI) mulai menurunkan suku bunga di awal tahun depan,” paparnya.

Di sisi lain, meskipun musim rilis laporan keuangan tengah berlangsung, permintaan asing terhadap saham Indonesia masih lemah. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya volume perdagangan dan aliran masuk asing yang hanya sebesar US$ 0,14 miliar ke Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam seminggu terakhir.

Sebagai catatan, pelemahan pasar saham tak hanya dialami Indonesia. Indeks S&P 500 kehilangan 2,37% nilainya sepanjang minggu lalu, sedangkan Nikkei 225 kehilangan 10,44% nilai pemegang saham pada periode yang sama.

Baca Juga: Sempat Jatuh, Indeks Nikkei Akhirnya Berakhir Menguat Setelah BOJ Buka Suara

Menurut Lazuardin, alasan pasar saham Indonesia masih lesu adalah karena investor asing tidak terlalu tertarik pada prospek pendapatan para emiten saat ini.

Pendapatan emiten mungkin membaik di kuartal kedua ketimbang kuartal pertama. Pendapatan emiten turun 2,98% secara tahunan alias year on year (YoY) di kuartal I. Sedangkan pendapatan kuartal kedua turun 2,3% YoY. Namun, pertumbuhan itu bukanlah hal yang menggembirakan.

“Pelemahan pendapatan para emiten ini karena kinerja mereka terdikte oleh fluktuasi harga komoditas,” papar kedua analis.

Secara sektoral, penurunan pendapatan sektor mineral tercatat paling tinggi, yaitu turun 18,5% YoY. Lalu, sektor paper & forestry turun 4,6% YoY, sektor industri turun 3,7% YoY.

Memburuknya permintaan dari pasar membuat para emiten juga menekan penyerapan realisasi capex di mayoritas sektor, kecuali emiten kimia dan emiten batubara yang realisasi capex naik 153,9% yoy.

Baca Juga: IHSG Naik 1,24% ke 7.217,9 di Sesi I Rabu (7/8), Top Gainers: BUKA, BRPT, SIDO

Sektor yang serapan capex turun paling dalam adalah sektor jasa industri yang terkoreksi 48,2% YoY. Sektor metals & mining turun 24,8% YoY dan sektor telekomunikasi turun 22,5% YoY.

PMI manufaktur Indonesia mengalami kontraksi pada bulan Juli 2024, pertama kalinya sejak Agustus 2021. Hal ini menunjukkan periode yang lambat untuk investasi di masa depan.

Di sisi lain, tingkat pinjaman bank untuk industri pun terkerek akibat perlambatan pendapatan, sehingga mendorong para emiten untuk mengambil lebih banyak pinjaman di kuartal II.

“Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia mungkin masih perlu waktu pemulihan lagi untuk beberapa saat pascapandemi Covid-19,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×