kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Racikan investasi pasca BI Rate naik


Senin, 15 Juli 2013 / 08:16 WIB
Racikan investasi pasca BI Rate naik
ILUSTRASI. Panel listrik tenaga surya produksi?PT Surya Utama Nuansa (SUN Energy).


Reporter: Wahyu Satriani, Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali mengerek naik suku bunga acuan alias BI rate dari 6% menjadi 6,5% di pekan lalu. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan inflasi. Ini tentu mempengaruhi pergerakan pasar finansial termasuk di bursa saham. Bagaimana investor mengatur keranjang portfolio untuk tetap memaksimalkan keuntungan di tengah tekanan kenaikan BI rate seperti sekarang?

Direktur Emco Asset Management, Hans Kwee mengatakan obligasi dan properti menjadi instrumen yang harus dihindari di tengah kondisi saat ini. Kenaikan BI rate mendorong kenaikan suku bunga kredit termasuk kredit pemilikan rumah (KPR). Sementara harga obligasi cenderung turun.

Menurut Hans, investor bisa memperbesar porsi uang cash untuk deposito dengan alokasi sekitar 70% dari total portfolio. Sedangkan sisanya sekitar 30% bisa dialokasikan ke saham. Investor bisa masuk dan membeli saham apabila indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali turun ke level 4.000-4.300.

Analis Infovesta Utama, Viliawati juga merekomendasikan untuk mengurangi bobot alokasi di obligasi. Menurut dia, dari total portfolio, investor bisa mengalokasikannya sekitar 50% pada saham, 30% pada instrumen pasar uang dan sisanya di obligasi. "Pada kondisi seperti ini sementara investor dapat mempertimbangkan memperbesar alokasi pada pasar uang dan mengurangi porsi pada obligasi pemerintah," ujar Vilia.

Sejumlah sektor di saham yang bisa menjadi pertimbangan menurut Vilia antara lain sektor infrastruktur, konsumsi, perdagangan ritel, serta industri dasar dan kimia. Adapun sektor saham yang sementara bisa dihindari seperti sektor otomotif, perbankan dan properti.

Presiden Direktur PT Schroders Investment Management Indonesia, Michael T Tjoajadi mengatakan, untuk mengurangi risiko, investor bisa mengalokasikan 30% aset pada kas. Sebagai diversifikasi portofolio, investor bisa memarkirkan 30% asetnya pada reksadana campuran. Porsi 20% bisa dibenamkan pada obligasi dan sisanya di pasar saham. "Jika inflasi mulai stabil dan pertumbuhan ekonomi bisa dipacu lagi maka investor dapat melakukan rebalancing portofolio secara lebih agresif," ujar Michael.

Wendy Isnandar, Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi menuturkan, bagi sebagian investor saham, momentum kenaikan BI rate akan menggerakkan mereka untuk sebagian pindah ke obligasi. Secara umum, investor akan memperpendek durasi portfolio investasinya. "Pilihan yang tergolong aman salah satunya adalah masuk ke instrumen pasar uang," ujar Wendy.

Adapun rekomendasi Risza Bambang, perencana keuangan Shildt Consulting, pada kondisi seperti ini, investor bisa memarkirkan 40% dana pada instrumen minim risiko seperti pasar uang, deposito, reksadana dan obligasi dan sebagian lagi di saham.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×