Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina, Agustinus Beo Da Costa | Editor: Edy Can
JAKARTA. Tidak seluruh ekspansi PT Bukit Asam Tbk (PTBA) berjalan mulus. Emiten pelat merah ini memutuskan menunda proyek transportasi batubara yaitu rel kereta api Adani di Sumatera Selatan (Sumsel).
Direktur Utama PTBA, Milawarma, menuturkan penundaan proyek rel kereta api sepanjang 270 km itu karena terganjal Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 91 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian Khusus.
Dalam beleid itu disebutkan, pembangunan dan pengelolaan kereta api batubara hanya bisa dijalankan perusahaan yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP). Di sisi lain, PTBA tak menjalankan proyek rel kereta itu secara langsung. PTBA membentuk anak usaha dengan perusahaan asal India, PT Adani Global, dan Pemerintah Provinsi Sumsel.
Anak usaha inilah yang menggarap proyek rel kereta api. "Adani tidak memegang IUP karena pemegangnya PTBA. Ini yang kemudian bertabrakan dengan Permenhub," kata Milawarma, Rabu (17/10) lalu.
Kondisi ini patut disayangkan mengingat uji kelayakan (feasibility study) proyek yang menelan investasi sekitar US$ 1,8 miliar itu sudah selesai di awal 2012. Apalagi, proyek ini cukup strategis dalam menopang angkutan batubara PTBA.
PTBA sebelumnya menargetkan proyek rel kereta api Adani mulai beroperasi pada 2016. Proyek ini diharapkan menyumbang angkutan batubara sebanyak 35 juta ton per tahun. Tapi karena bertentangan dengan aturan, PTBA terpaksa tak melanjutkan dulu proyek Adani.
Efek penundaan proyek
PTBA masih mencari jalan keluar atas permasalahan ini. PTBA sebenarnya mengalami persoalan serupa di proyek rel kereta api lain, yang dijalankan PT Bukit Asam Transpacific Railways (BATR). Di proyek ini, PTBA melakukan silang kepemilikan IUP dengan anak usaha itu. Alhasil, BATR bisa menggarap proyek tanpa harus terganjal peraturan.
Namun, Milawarma mengatakan, PTBA belum berniat melakukan hal serupa di proyek Adani. Soalnya, PTBA sejak awal merencanakan Adani hanya sebagai penggarap dan pengelola infrastruktur transportasi. "Konsep awal BATR memang akan dapat pengalihan IUP dari PTBA. Kalau Adani tidak seperti itu, hanya infrastruktur. Ini yang sedang kami pikirkan, apakah bisa disiasati atau tidak," ujar Milawarma.
Kendati ditunda hingga batas yang tidak ditentukan, PTBA optimistis kondisi itu tidak mengganggu proyeksi perusahaan. Pada 2015-2016, PTBA menargetkan angkutan batubara 50 juta ton per tahun.
Menurut Milawarma, target itu tetap bisa tercapai dari kontribusi pengangkutan di luar Adani. Jadi, PTBA akan fokus meningkatkan kerjasama pengangkutan batubara dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Saat ini, kapasitas pengangkutan batubara melalui KAI sebanyak 13 juta hingga 14 juta ton per tahun. "Kami minimal akan menaikkan menjadi 25 juta ton mulai 2014," Milawarma mengklaim.
Target ini akan ditopang proyek BATR. Saat ini, BATR tinggal menyelesaikan masalah restrukturisasi tambang dan infrastruktur. Targetnya, awal tahun depan, proyek ini sudah mulai digarap. Proyek ini diharapkan menyumbang pengangkutan batubara sekitar 25 juta ton per tahun.
Analis Panin Sekuritas Fajar Indra menilai PTBA tentu memiliki alternatif untuk menyiasati hambatan di proyek Adani. Dari informasi yang dia dengar, PTBA akan menggandeng KAI. "Cuma saya tidak tahu detailnya," ujar dia.
Tersendatnya ekspansi PTBA di proyek Adani akan berefek jangka panjang. Sebab, kapasitas angkut proyek Adani ini cukup besar, yakni 35 juta ton. Namun Fajar meyakini manajemen PTBA akan menyiasati hambatan di proyek Adani. "Kita tunggu saja apakah rencana PTBA dengan menggandeng KAI akan terwujud dengan kapasitas yang sama dengan proyek Adani," ujar Fajar.
Harga saham PTBA pada perdagangan akhir pekan kemarin (19/10) ditutup menyusut 0,61% menjadi Rp 16.200 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News