Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA) memilih konservatif dalam memproyeksikan pergerakan harga batubara acuan (HBA) di 2014. Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PTBA menuturkan, HBA di tahun ini kemungkinan tidak bergerak dari level Desember 2013 yang senilai US$ 80,31 per ton.
Perkiraan tersebut didasarkan pada masih berlebihnya pasokan (oversupply) batubara dunia. Sementara, permintaan batubara dunia terutama dari China dan India justru sedang menurun.
"Sebenarnya sudah mulai kondusif, tapi HBA masih sulit untuk kembali ke level di atas US$ 100 ton seperti tahun 2011 lalu," ujar Joko kepada KONTAN, Selasa (7/1). Laju kinerja PTBA dan emiten batubara di Indonesia memang tertahan akibat anjloknya harga jual batubara.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pergerakan negatif HBA mulai terjadi sejak Juli 2012. Kala itu, HBA mesti anjlok menjadi US$ 87,56 per ton. Padahal di bulan-bulan sebelumnya, HBA selalu berada di atas US$ 90 per ton.
Bahkan, pada Februari 2011, HBA pernah menyentuh level tertinggi, yakni senilai US$ 127,05 per ton. Namun, masa indah itu ternyata tak berlangsung lama seiring krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Krisis di dua kawasan itu ternyata turut menjalar ke negara-kawasan lain terutama China dan India. Dua negara yang menjadi pengimpor batubara terbesar dunia itu tiba-tiba mengurangi permintaannya.
Pemerintah China bahkan juga merilis kebijakan pembatasan impor batubara berkalori rendah demi alasan lingkungan. Rentetan sentimen negatif ini membuat harga batubara terus anjlok.
Puncaknya, pada Oktober 2013, HBA Indonesia menyentuh level terendah US$ 76,61 per ton. Terus memburuknya harga jual batubara membuat pemerintah turun tangan. Kementerian ESDM menyatakan bakal mengendalikan produksi batubara nasional.
Tahun ini, pemerintah hanya mematok target produksi batubara nasional sebanyak 397 juta ton. Target ini lebih rendah dari realisasi produksi batubara nasional pada Januari-November 2013 yang sudah mencapai 421 juta ton.
Pemerintah berharap pembatasan ini setidaknya bisa turut membantu daya tawar produsen batubara domestik untuk mendapatkan harga jual yang lebih baik. Tapi, strategi pengendalian ini belum tentu menemui sasaran tersebut.
Sebab, Indonesia bukanlah satu-satunya pemasok batubara dunia. Indonesia juga bersaing sengit dengan eksportir besar seperti Australia. "Ketika pasokan dari Indonesia terbatas akibat pengendalian ini, Australia kemungkinan besar memacu produksi untuk memenuhi permintaan pembeli," terang Joko.
Jika prediksi ini terbukti, pasokan batubara dunia tidak akan berkurang jauh meski Indonesia membatasi produksi. Imbasnya, harga jual batubara dunia juga tidak akan bergerak naik secara signifikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News