Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persaingan bank syariah di bursa saham Indonesia bakal kian seru. Pilihan investor berbasis syariah akan bertambah dengan rencana merger bank tiga bank syariah pelat merah dan rencana penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) PT Bank Net Indonesia Syariah pada Februari mendatang. Mereka akan bersaing dengan emiten PT BTPN Syariah Tbk (BTPS) merebut perhatian investor.
Merger PT BRI Syariah Tbk (BRIS) dan PT Bank Negara Indonesia Syariah (BNIS) dan PT Bank Mandiri Syariah (BMS) menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) tinggal menghitung hari.
Izin merger dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan dirilis pekan ini sehingga legal merger masih sesuai target rampung pada 1 Februari mendatang.
Merger ini akan membuat valuasi saham BRIS semakin besar. Bahkan sejak tahun lalu, sahamnya sudah meroket didorong oleh ekspektasi pasar terhadap hasil penggabungan tersebut.
Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN Hery Gunardi mengatakan, setelah mendapat izin OJK maka tahapan selanjutnya tinggal menunggu proses pengesahan nama baru bank hasil penggabungan yakni PT Bank Syariah Indonesia (BSI) di Kementerian Hukum dan HAM.
Paska merger, Bank Syariah Indonesia akan masuk kelompok Bank Umum Kegitaan Usaha (BUKU) III dengan modal inti Rp 20,4 triliun. Namun, tahun depan ditargetkan sudah bisa masuk ke BUKU IV.
Baca Juga: Saham BRIS meroket 14,42% (20/1/2021), ini PER dan PBV terbaru
"Harapannya bisa menjadi BUKU 4 dengan modal inti mencapai Rp 30 triliun pada awal 2022 dari return earning dan tambahan rights issue,” kata Hery, Selasa (19/1).
Sampai akhir 2020, total aset ketiga bank syariah pelat merah itu mencapai Rp 240 triliun. Pada tahun 2025, aset BSI ditargetkan bisa mencapai Rp 30 triliun dengan pembiayaan menyentuh Rp 272 triliun dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) Rp 355 triliun.
Menjelang target selesainya penggabungan usaha, integrasi infrastruktur dari BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah, dan BNI Syariah sudah mulai disiapkan.
Hery bilang, BSI nantinya akan memilih satu paltform mobile banking dari ketiganya untuk dipertahankan sebagai platform BSI. Selanjutnya, akan dialkukan penambahan fitur baru sesuai kebutuhan nasabah.
Hery memastikan tidak akan ada penutupan kantor cabang setelah merger terlaksana. Saat ini ketiga bank tersebut punya 268 kantor cabang, dan 852 kantor cabang pembantu, serta 1.785 ATM. "Kantor yang berdekatan nantinya akan direlokasi," ujarnya pada Kontan.co.id, Rabu (20/1).
Di samping itu, BSI akan menggenjot digital banking. Ke depannya bank ini hanya akan mempertahankan kantor cabang yang ada saat ini dan lebih banyak mendorong layanan digital banking tersebut.
Sementara terkait teknis penyelesaian pembiayaan bermasalah dari ketiga bank tersebut paska merger masih belum bisa dijawab Hery.
Bank Net Indonesia Syariah akan melepas 5 miliar saham IPO atau 37% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dengan target dana sekitar Rp 515 miliar-Rp 525 miliar.
Bersamaan dengan itu, juga akan menerbitkan waran seri I sebanyak-banyaknya 2,8 miliar atau setara dengan 34,175% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Baca Juga: Bank Syariah Indonesia Siap Jamin Sukuk Global
Namun, aset Bank Net ini tidak sebesar BSI. Berdasarkan prospektus IPOnya, bank ini tercatat memiliki aset Rp 730,94 miliar per Juli 2020. Itu naik 2,1% dari akhir 2019 yang tercatat Rp 715,6.
Laba bersihnya di periode itu mencapai Rp 59,97 miliar atau naik dari Rp 33,48 miliar pada Juli 2019. Sedangkan tahun 2018 dan 2017 tercatat merugi masing-masing Rp 64,7 miliar dan Rp 9,78 miliar.
Bank ini berencana bertransformasi menjadi perbankan syariah dengan konsep digital banking. Oleh karena itu, sebanyak 60% dana IPO akan dipakai untuk pemeliharaan IT dan penunjangnya.
Selebihnya akan digunakan sebagai modal kerja bersama dengan hasil penerbitan waran. Perseroan melihat prospek bisnis bank syariah di Indonesia masih besar karena baru terdapat 14 Bank Umum syariah yang beroperasi saat ini.
Adapun BTPN Syariah sudah resmi masuk BUKU III pada Juli 2020. Pembiayaan bank ini tumbuh 2,2% secara year on year (YoY) pada kuartal III 2020 ke Rp 9,1 triliun meski di tengah tekanan Pandemi.
Sedangkan DPK tumbuh 2,43% ke Rp 9,4 triliun. Itu membuat aset perseroan tumbuh 6,24 %menjadi Rp15,5 triliun. Adapun labanya sebelum pajak turun jadi Rp 507 miliar, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp976 miliar.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menilai prospek prospek saham bank syariah ke depan bagus karena memiliki pasar yakni investor syariah. "Investor yang berbasis syariah jadi ada pilihan untuk investasi di bank syariah. Mereka tidak bisa investasi di bank konvensional," ujarnya.
Prospek bisnisnya juga dinilai cukup bagus. Menurut Suria, penerapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh akan membuat aset-aset dari bank konvensional beralih ke bank syariah jadi salah satu penopangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News