Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana pendapatan tetap menunjukkan pertumbuhan kinerja flat di bulan Juli 2023. Hasil itu karena valuasi obligasi dinilai sudah mahal, setelah menguat tajam sejak awal tahun.
Investment Specialist Schroders Indonesia, Rizky Hidayat mengatakan, terjadinya perubahan pola minat investor menuju kelas aset reksadana tertentu berkaitan dengan aset yang mendasari. Dalam instrumen reksadana, kinerja produk umumnya akan dipengaruhi oleh performa dari pasar saham dan pasar obligasi sebagai underlying asset.
Data Infovesta Kapital Advisori menunjukkan, kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap mencetak return terendah dibandingkan kelas aset lain di bulan Juli 2023. Return reksadana pendapatan tetap hanya 0,27% MoM, lebih rendah dibandingkan reksadana pasar uang sebesar 0,39% MoM, reksadana campuran sebesar 1,10% MoM serta tertinggal jauh dari reksadana saham yang menghasilkan return 1,60% MoM.
Hasil ini sejalan dengan penguatan dari pasar saham yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melonjak naik sekitar 4,05% MoM di bulan Juli. Sementara, kinerja obligasi pemerintah dan obligasi korporasi menunjukkan pertumbuhan yang flat yakni masing-masing 0,23% MoM dan 0,29% MoM di bulan Juli 2023.
Baca Juga: Pasar Saham Unjuk Gigi, Pasar Obligasi Cenderung Flat di Bulan Juli 2023
Menurut Rizky, kinerja pasar obligasi yang datar karena valuasi obligasi saat ini terbilang mahal. Imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun sudah mencapai level yang ketat di 6,2%, sementara The Fed masih bisa menaikkan suku bunga karena data makro Amerika Serikat (AS) yang solid.
Oleh karena itu, pasar obligasi dalam jangka pendek diperkirakan bakal ada koreksi teknis dan ruang untuk lebih banyak reli di pasar obligasi terbatas akibat kurangnya katalis. Kemungkinan bakal terjadi koreksi teknikal waktu dekat terutama dari investor asing karena melihat valuasi yang cukup mahal.
Terlepas dari hal itu, fundamental domestik yang solid, inflasi yang terjaga dengan baik, suku bunga yang sudah memuncak dan nilai tukar yang relatif stabil diyakini masih akan mendukung pasar obligasi Indonesia tetap menarik ke depannya. Jika melihat rencana The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya, maka Bank Indonesia (BI) mungkin baru akan memangkas suku bunga acuan di awal 2024.
“Kami cukup positif namun sedikit ke netral karena valuasi pasar obligasi yang sudah cukup mahal,” kata Rizky kepada Kontan.co.id, Kamis (10/8).
Baca Juga: Ditutup Menguat Hari Ini, Begini Proyeksi IHSG Jumat (11/8)
Rizky berujar, pasar obligasi masih cukup menarik di mata investor asing maupun investor lokal karena inflasi yang terus menurun, ekspektasi suku bunga acuan yang sudah memuncak, dan supply risk yang tergolong cukup rendah. Investor lokal dan asing masih menopang pasar obligasi Indonesia, dimana arus masuk investor lokal terus mengalir ke pasar obligasi.
Di sisi lain, pasar saham terlihat menarik karena valuasi pasar saham Indonesia sudah murah. Dengan menggunakan level yield obligasi tenor 10 tahun saat ini di kisaran 6,2%–6,3% dan melihat pertumbuhan laba emiten di market, maka saat ini IHSG diperdagangkan pada 13% discount dibandingkan level teoritisnya.
Sehingga pasar saham Indonesia tergolong cukup murah, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Amerika Serikar (AS), Jepang, dan India. “Selama investor asing tidak memiliki banyak pilihan berinvestasi di pasar saham negara lain, maka risiko downside di pasar saham domestik cukup terbatas,” jelas Rizky.
Walaupun demikian, volatilitas pasar yang terus berlanjut terkait ketakutan resesi global, gangguan dari krisis perbankan AS, serta situasi geopolitik tetap harus menjadi perhatian. Dari internal, risiko permintaan domestik yang lesu dan kebisingan politik menjelang pemilihan umum yang akan datang termasuk faktor yang perlu diwaspadai.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap Melandai pada Juli, Intip Prospeknya ke Depan
Oleh karena itu, Rizky mengungkapkan, Schoders berfokus pada saham-saham yang dapat memberikan ketahanan pendapatan selama latar belakang makro yang menantang tersebut. Lalu memanfaatkan penurunan bertahap harga komoditas karena risiko resesi muncul dan melirik saham-saham yang mendapatkan berkah dari inflasi yang lebih rendah.
Adapun produk unggulan reksadana pendapatan tetap kelolaan Schoders Indonesia salah satunya Schroders Dana Obligasi Utama yang mencetak return sebesar 7,84% sejak awal tahun hingga akhir Juli 2023. Mayoritas aset dalam produk Schroders Dana Obligasi Utama ialah surat utang pemerintah dengan porsi terbesar obligasi negara seri FR0054.
“Schroders menawarkan beberapa produk reksadana pendapatan tetap dan masing-masing memiliki strategi yang berbeda sesuai dengan kebijakan investasinya,” pungkas Rizky.
Baca Juga: Reksadana Pendapatan Tetap Catatkan Return Tertinggi, Bagaimana Prospeknya?
Daftar 10 produk reksadana berkinerja terbaik periode Januari-Juli 2023. Data dihimpun berdasarkan riset Infovesta Utama.
No | Nama Produk | Kinerja YTD 31 Juli 2023 (%) |
1 | Foster Fixed Income | 9,56 |
2 | Bahana Prime Income Fund | 9,22 |
3 | Manulife Dana Tetap Utama | 8,40 |
4 | Mega Dana Pendapatan Tetap | 8,29 |
5 | Schroder Dana Obligasi Utama | 7,84 |
6 | Danareksa Pendapatan Tetap Indonesia Sehat | 7,45 |
7 | Panin Gebyar Indonesia II | 7,44 |
8 | Batavia Dana Obligasi Plus | 7,40 |
9 | Trimegah Obligasi Nusantara | 7,24 |
10 | Mandiri Obligasi Utama | 7,22 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News