Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek kenaikan mata uang Asia masih terbuka di tengah upaya The Fed yang berencana memangkas suku bunga.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong, mengatakan, investor mengantisipasi langkah pelonggaran oleh bank sentral utama dunia, terutama The Fed. Namun melihat perkembangan akhir-akhir ini, sikap yang berubah-ubah membuat ketidakpastian masih tinggi.
Dengan asumsi terakhir pemotongan suku bunga sebesar 75bps, Lukman menilai hal tersebut akan direspons positif oleh pasar. "Maka mata uang Asia bisa dikatakan akan menguat terhadap dolar AS," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (25/3).
Dengan asumsi itu, mata uang yang lebih berisiko yakni mata uang komoditas akan lebih bersinar seperti rupiah dan ringgit.
Baca Juga: Potensi Kenaikan Mata Uang Asia Masih Terbuka, Ini Pendorongnya
Di sisi lain, Lukman juga menegaskan apabila pemangkasan suku bunga di bawah 75bps maka apresiasinya cenderung terbatas.
"Asumsi the Fed lebih hawkish dan memangkas kurang dari itu, maka dolar Singapura akan lebih diminati karena status safe haven dan kebijakan manage float MAS yang akan menjaga mata uang Singapua dari kejatuhan besar," katanya.
Adapun di semester I 2024, rupiah diperkirakan masih akan tertekan. Ini tergambar dari pelemahan rupiah yang terjadi pada hari ini di tengah penguatan mayoritas mata uang Asia.
Namun, Lukman menyebutkan bahwa sebetulnya dolar AS hari ini melemah. Sehingga, pelemahan rupiah hari ini murni karena kekhawatiran investor lokal seiring aksi jual investor dari SBN karena meningkatnya resiko dengan naiknya credit default swap 5 tahun Indonesia dan oleh penguatan dolar AS pada hari Jumat lalu.
Baca Juga: Lesu, Rupiah Spot Terus Melemah ke Rp 15.800 Per Dolar AS di Tengah Hari Ini
Karenanya, meskipun menarik, rupiah diperkirakan masih akan tertekan di semester I 2024 dikisaran Rp 15.700 - Rp 16.000 per dolar AS.
Sementara untuk MYR 4,65 - 4,80 dan SGD 1,33 - 1,36. Adapun di akhir tahun dengan harapan dimulainya siklus pemangkasan suku bunga, rupiah di Rp 14.500 - Rp 15.300, MYR 4,3 - 4,5 dan SGD 1,30 - 1,32.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, potensi mata uang Asia bergantung dari kebijakan moneter masing-masing negara. Namun, ia melihat Yen dapat menarik perhatian.
"BOJ telah keluar dari kebijakan suku bunga negatif, ditambah mata uang Yen telah melemah bertahun-tahun lamanya," sebutnya.
Selain itu, dolar Australia dan dolar Selandia Baru dilihatnya juga prospektif. Kedua mata uang tersebut mendapat katalis dukungan dari pertumbuhan ekonomi China.
Baca Juga: Rupiah Diprediksi Lanjut Melemah pada Selasa (26/3), Ini Penyebabnya
"Mengingat dolar AS yang kuat, ada baiknya pasangan Yen harus disandingkan dengan cross currency seperti EURJPY, EURAUD, atau EURNZD," katanya.
Menurut Sutopo, EURJPY diperkirakan masih akan naik hingga ke 165 pada kuartal I 2024, sebelum turun jauh hingga 150. EURAUD diperkirakan masih akan menurun hingga 1,65 pada kuartal I dan lebih lanjut melemah hingga 1,6100.
Sementara EURNZD akan berakhir di 1,80 pada kuartal I dan menurun hingga 1,7750.
Sementara untuk rupiah, ia menilai kurang menarik di paruh pertama tahun ini. Sebab, pelemahan rupiah lebih lanjut bisa mencapai Rp 15.850 per dolar AS. Adapun sisi support berada dikisaran harga Rp 15.550.
Baca Juga: Rupiah Spot Dibuka Melemah Tipis ke Rp 15.786 Per Dolar AS Pada Hari Ini (25/3)
Namun, hal itu lebih disebabkan oleh ketidakpastian politik. Sehingga ia menilai untuk ke depan mata uang Garuda masih akan kompetitif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News