Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sektor komoditas, terkhusus crude palm oil (CPO), tengah bergerak kencang. Hal ini akan turut memberikan sentimen positif terhadap emiten perkebunan yang fokus pada bisnis hulu.
Harga minyak kelapa sawit terpantau mengalami uptrend sejak awal bulan Agustus ini. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan akibat berbagai perayaan festival di Asia juga persediaan yang berkurang akibat lambatnya pemulihan kebun kelapa sawit akibat El Nino.
“Ke depannya, sektor komoditas yang akan bersinar adalah CPO. Uptrend jangka panjangnya sudah terbentuk,” kata analis PT Daewoo Securities Indonesia Tasrul.
Ia pun melihat, kinerja emiten-emiten CPO terpantau cukup baik. Contohnya, SSMS, AALI, dan LSIP. “Ketiga emiten ini laporan keuangannya juga bagus. SSMS cuma koreksi minor,” katanya.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, sepanjang semester 1 2016, Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) membukukan kinerja keuangan dengan laba bersih turun sebesar 39 % dari Rp 246,96 miliar di semester I 2015 menjadi Rp 149,1 miliar di semester I 2016.
Sementara PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) mengalami penurunan laba bersih sebesar 63,52% hingga Juni 2016 menjadi Rp 112,64 miliar dibandingkan laba bersih Rp 308,85 miliar periode sama tahun sebelumnya.
Adapun PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mencatat pertumbuhan laba bersih 78,23% hingga Juni 2016 menjadi Rp 792,13 miliar dibandingkan laba bersih Rp 444,43 miliar yang diraih hingga Juni tahun lalu.
“Ini salah satu sektor yang belum banyak naik. Tetapi mungkin bisa naik ke harga MYR 2.400 per ton,” kata Tasrul.
Senada dengan Tasrul, Yosua Zishoki, analis MNC Securities percaya banyak faktor yang akan mendukung cemerlangnya harga jual CPO pada tahun ini. Hal ini disebabkan kuatnya permintaan di pasar Asia, seperti Tiongkok dan India, dan pasar Eropa.
Meski begitu, menurutnya, kenaikan harga masih cenderung pelan. Untuk harga rata-ratanya sendiri ia memperkirakan akan ada di level RM 2.400-2.600 pada tahun ini. Angka tersebut, akan terus naik di tahun berikutnya sampai ke level RM 2.700.
“Kami memang perkirakan bertahap. Belum bisa seperti waktu booming di tahun 2011,” ujarnya.
Menyoal saham, Yosua masih memilih saham LSIP. Pasalnya, harga CPO tidak berpengaruh dengan margin perusahaan. “Nett profitnya cukup terjaga walaupun ada penurunan pendapatan,” jelasnya.
Untuk saham AALI, ia menyayangkan keadaan banyaknya hutang AALI dalam mata uang dollar yang akhirnya membuat perusahaan mengalami kerugian kurs. Meski demikian, ia mengatakan, AALI masih menjadi pemain utama dengan fundamental yang solid.
Dia juga berpendapat, SSMS sebagai perusahaan yang tergolong lebih muda ketimbang AALI dan LSIP, akan bisa mencetak pertumbuhan yang bagus.
“Karena belum memiliki lahan seluas AALI dan LSIP, SSMS masih bisa mengakuisisi lahan baru, sehingga bisa terlihat nanti pertumbuhannya,” ujarnya.
Yosua memasang target harga 1.750 untuk LSIP tahun ini, 1.900 untuk SSMS, dan untuk AALI 18.500.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News