Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Sedangkan PT Timah Tbk (TINS) masih menderita kerugian di 2020. Produsen timah ini membukukan kerugian bersih senilai Rp 340,60 miliar. Hanya saja, kerugian ini menyusut dari kerugian bersih tahun sebelumnya yang mencapai Rp 611,28 miliar.
Maryoki menyebut, kinerja ketiga perusahaan tersebut sepanjang 2020 sesuai dengan ekspektasi. Kinerja PTBA yang menurun karena average selling price (ASP) atau harga jual rata-rata yang menurun. Sedangkan ANTM mampu mengurangi beban-beban perusahaannya sehingga masih mampu meningkatkan laba bersihnya.
TINS juga mampu mengurangi beban perusahaan walaupun masih merugi. “Jadi, jika dilihat dari sisi efisiensi, maka tiga perusahaan ini cukup mampu menjalankan strategi efisiensinya,” sambung dia.
Untuk proyeksi harga komoditas andalan masing-masing emiten, Maryoki menyebut harga nikel akan cenderung stabil di rentang US$ 16.000 per metrik ton-US$ 17.000 per metrik ton. Sedangkan harga emas akan stabil di kisaran US$ 1.700 per ons troi-US$ 1.800 per ons troi tahun ini.
Baca Juga: Rekap kinerja emiten tambang BUMN: ANTM dan PTBA raup laba, TINS masih merugi
Harga batubara Newcastle diproyeksikan bakal berada di rentang US$ 60 per ton-US$ 75 per ton tahun ini. Sedangkan harga timah juga diperkirakan akan normal dan stabil di kisaran US$ 18.000 per ton-US$ 20.000 per ton.
Mengutip data Bloomberg, harga nikel untuk kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) per Selasa (16/3) berada di level US$ 16.151 per ton. Harga timah di LME untuk kontrak tiga bulanan ada di level US$ 25.000 per ton.
Sedangkan harga batubara Newcastle untuk kontrak pengiriman April 2021 berada di level US$ 87,95 per ton.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham emiten batubara saat harga batubara global memanas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News