kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Profit taking jadi penyebab kepemilikan reksadana di SBN menurun 5,65%


Jumat, 12 Juli 2019 / 17:58 WIB
Profit taking jadi penyebab kepemilikan reksadana di SBN menurun 5,65%


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga Surat Utang Negara (SUN) membuat investor melakukan profit taking. Alhasil, kepemilikan reksadana di Surat Berharga Negara (SBN) menurun meski kini kondisi pasar obligasi sedang positif.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan jumlah kepemilikan reksadana di SBN menurun Rp 6,7 triliun atau 5,65% sejak awal tahun hingga Rabu (10/7) menjadi Rp 111,93 triliun.

Baca Juga: Masih bisa menguat, harga SUN berada dalam periode konsolidasi

Head of Research & Consulting Service Infovesta Utama Edbert Suryajaya menduga, penurunan kepemilikan reksadana di SBN karena aksi profit taking dari investor institusi. Biasanya, investor institusi memiliki target imbal hasil yang direalisasikan menjadi keuntungan.

Fund manager yang mengelola reksadana pendapatan tetap jadi harus menjual obligasi untuk memenuhi redemption investor.

Senada, Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management, Eric Sutedja, mengatakan, profit taking menjadi satu-satunya alasan penyebab kepemilikan reksadana di SBN masih menurun.

Eric menduga profit taking dilakukan oleh reksadana pendapatan tetap yang menerapkan strategi pengelolaan pasif di saat kenaikan harga SUN melonjak lebih dari 9%. Berdasarkan Bloomberg, per Jumat (12/7), yield SUN tenor 10 tahun berada di 7,17% atau menurun 10,73% dari posisi akhir tahun lalu di 7,94%.

Baca Juga: Suku bunga AS diekspektasikan turun, pasar obligasi Indonesia dapat momentum positif

"Kalau di fund kami, malah menambah porsi SUN terutama di tenor panjang, karena reksadana kami aktif maka mengambil peluang dari potensi penguatan suku bunga," kata Eric,  Jumat (12/7).

Edbert menduga kembali, penurunan kepemilikan reksadana di SBN disebabkan oleh investor yang ingin mengamankan keuntungan investasi di reksadana beraset SBN ke reksadana terproteksi yang menjanjikan imbal hasil stabil dari obligasi korporasi.

Pertimbangannya, di tengah tren ekspektasi penurunan suku bunga yang semakin pasti, yield ke depan akan turun dan sulit mencari yield tinggi seperti di level sebelum suku bunga turun. Dengan masuk ke reksadana terproteksi keuntungan bisa kembali terkunci pada potensi imbal hasil yang tetap tinggi.

Baca Juga: Harga SUN berpeluang koreksi terbatas pada hari ini

Namun, tak perlu khawatir di satu sisi jika penurunan suku bunga benar terjadi, maka investor akan tetap tertarik berinvestasi melalui reksadana dengan aset obligasi karena terdapat potensi capital gain. Sehingga, Edbert optimistis kepemilikan reksadana di SBN akan berbalik naik.

Senada, Eric memproyeksikan dalam jangka waktu satu tahun ke depan, kepemilikan reksadana di SBN bisa naik didukung The Fed dan Bank Indonesia (BI) mulai menurunkan suku bunga.

Selain itu, sentimen positif juga datang dari mereda-nya permasalahan perang dagang AS dan China. Namun, sejumlah tantangan yang bisa menghadang kenaikan kepemilikan reksadana di SBN adalah currenct account deficit (CAD) Indonesia yang semakin lebar sehingga rupiah kembali melemah.

Jika rupiah melemah asing akan outflow. Meski begitu, sejauh ini, Edbert memproyeksikan setelah nilai tukar rupiah tertekan selama kuartal I 2019, di kuartal selanjutnya rupiah berpotensi stabil didukung neraca dagang yang BI proyeksikan akan membaik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×