Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga logam industri, yakni aluminium dan nikel masih berada dalam tren penurunan. Berdasarkan data tradingeconomics.com, harga kontrak berjangka aluminium per Kamis (11/5) berada di level US$ 2.259 per ton atau turun 2,84% dalam sebulan.
Harga tersebut mendekati level terendahnya sejak November 2022 dan berada jauh di bawah puncak tujuh bulannya, yakni di US$ 2.660 per ton yang disentuh pada Januari 2023.
Tak jauh berbeda, harga nikel turun 3,50% dalam sebulan ke level US$ 22.449 per ton per perdagangan Rabu (10/5). Jika melihat pergerakannya sejak awal 2023, harga nikel sudah turun US$ 7.437 atau tergerus 24,88%.
Baca Juga: Pasokan Ketat, Harga Timah Diprediksi Tetap Kompetitif di Tahun 2023
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, harga aluminium cenderung terkoreksi karena kekhawatiran perlambatan ekonomi global dan peningkatan produksi dari China. Hal ini mendorong investor untuk melepaskan beberapa posisi beli.
Output aluminium China naik 1,5% year on year (YoY) menjadi 3,35 juta ton pada April 2023 karena perusahaan aluminium di Guangxi dan Guizhou terus melanjutkan produksinya. Dari Januari hingga April 2023, output China meningkat 3,9% YoY menjadi 13,27 juta ton.
Selain itu, terjadi peningkatan produksi dan operasi peleburan aluminium yang diperkirakan akan menghasilkan lebih banyak lagi produksi aluminium dalam beberapa bulan mendatang. "Terlepas dari peningkatan produksi ini, persediaan aluminium masih relatif rendah sehingga dapat mencegah harga jatuh terlalu banyak dalam jangka pendek," ungkap Sutopo saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (11/5).
Namun, kapasitas produksi yang terus meningkat kemungkinan akan menimbulkan kelebihan pasokan aluminium di akhir tahun yang dapat menyebabkan harga turun.
Baca Juga: Pasokan Ketat, Harga Tembaga Juga Turun di Bawah US$ 3,8 Per Pon
Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, harga nikel tertekan oleh permintaan yang lemah dari China dan Eropa, sedangkan produksi terus meningkat tajam. Merujuk International Nickel Study Group, produksi nikel diperkirakan akan melebihi 3,2 juta ton pada tahun 2023 di tengah output yang lebih tinggi dari Indonesia dan Filipina.
Produksi Indonesia tumbuh hampir 50% dari tahun sebelumnya menjadi 1,58 juta ton pada tahun 2022. "Hal ini mendorong pasar nikel global menjadi surplus tahun lalu," ucap Lukman.
Lukman memprediksi, harga nikel akan berada di sekitar US$ 22.000 per ton pada akhir 2023. Sementara itu, harga aluminium pada pengujung tahun diperkirakan berada di kisaran US$ 2.000-US$ 2.100 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News