Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana mundurnya Perdana Menteri Inggris Theresa May pada 7 Juni 2019, membuat mata uang poundsterling kian tertekan. Sementara itu, yen justru masih menjadi pilihan safe haven di pasar global. Jumat (24/5), GPB/JPY rebound tipis 0,17% ke 138,96.
Analis Global Kapital Investama, Alwi Assegaf menjelaskan dilihat dari grafiknya, sudah hampir dua bulan terakhir poundsterling tertekan baik mata uang dunia, hingga safe haven seperti yen. Di tengah kondisi saat ini, yen dianggap menjadi salah satu pilihan investor untuk mengamankan asetnya.
Apalagi, Alwi menilai dengan kondisi makroekonomi yang kurang mendukung saat ini, di tengah ketidakpastian rencana Inggris keluar dari Uni Eropa atau dikenal Brexit dan perang dagang AS dan China yang berpeluang menciptakan pelambatan ekonomi global.
"Seperti diketahui, yen merupakan mata uang safe haven. Risiko pelambatan ekonomi global mendorong investor untuk lari ke aset-aset safe haven seperti yen," jelas Alwi kepada Kontan.co.id, Jumat (24/5).
Alwi menjelaskan bahwa yen mendapat panggung dan simpati dari investor di tengah situasi ketidakpastian ekonomi global, politik global, khususnya musim politik di Eropa. Belum lagi, masalah perang dagang AS dan China yang masih berlanjut, disertai perang tarif kedua negara tersebut, serta boikot produk seperti yang dilakukan Presiden AS Donald Trump terhadap produk teknologi China yakni Huawei.
Menurutnya, dengan kondisi yang terjadi saat ini Alwi meyakini bahwa perang dagang AS dan China belum akan berakhir dalam waktu dekat. Terlebih jika aksi saling boikot berlanjut, dan semakin memperjelas nasib kondisi ekonomi global ke depan.
"Ini tentunya akan menimbulkan ketidakstabilan dan dampaknya pada pertumbuhan global, di mana pada Jumat (24/5) bursa saham AS dan Asia melemah di tengah kekhawatiran ekonomi global. Investor akhirnya mencari aset aman seperti JPY," ujarnya.
Sementara itu, Alwi menilai sosok yang digadang-gadang bakal menggantikan Theresa May, yakni Boris Johnson merupakan toko yang pro Brexit dan anti terhadap Uni Eropa. Kondisi tersebut, menimbulkan kekhawatiran pasar bahwa di bawah kepimpinan Boris, Inggris akan keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun.
"Ini membuat GBP semakin sulit untuk naik, sementara JPY cukup kuat sebagai safe haven. Sedangkan GBP justru babak belur ditekan sentimen Brexit," tegasnya.
Untuk itu, Alwi merekomendasikan sell on strength untuk pairing GBP/JPY. Meskipun ada potensi rebound, namun kecenderungan atau tren GBP/JPY masih bearish, karena sentimen Brexit yang belum selesai.
Secara teknikal, indikator tren moving average (MA) baik kombinasi maupun menengah, harganya masih jauh dari MA50, yang mengindikasikan tren bearish. Begitu juga untuk jangka pendek yang ditunjukkan dari MA10 yang masih di bawah. Sehingga, Alwi menyimpulkan secara tren baik menengah atau pendek pairing GBP/JPY masih bearish.
Begitu juga dengan indikator RSI yang memungkinkan adanya peluang rebound, di tengah tren bearish. Sedangkan pada MACD belum terlihat sinyal perubahan dan menunjukkan pola bearish.
Adapun untuk perdagangan Senin (27/5), Alwi merekomendasikan investor untuk sell on strength atau sell on resistance, di level resistance 1,3944 - 1,4063 - 1,4172. Sedangkan untuk level support berada di rentang 1,3778 - 1,3700 - 1,3450.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News