kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Plus minus larangan ekspor bijih nikel bagi Central Omega (DKFT)


Rabu, 11 September 2019 / 21:45 WIB
Plus minus larangan ekspor bijih nikel bagi Central Omega (DKFT)
ILUSTRASI. PT Central Omega Resources Tbk DKFT


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan resmi melarang ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020. Implementasi aturan ini dipercepat dua tahun dari yang seharusnya. Akibatnya, emiten nikel pun diprediksi bakal terkena imbasnya, salah satunya adalah PT Central Omega Resources Tbk (DKFT).

Seperti yang diketahui, DKFT mulai terjun di bidang pertambangan bijih nikel pada 2008 dan mulai mengekspor bijih nikel sejak 2011. Tambang nikel DKFT tersebar di Pulau Sulawesi, tepatnya di Morowali, Sulawesi Tengah dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. 

Baca Juga: Central Omega Resources (DKFT) sambut baik wacana pembatasan ekspor bijih nikel

Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai, rencana pelarangan ekspor bijih nikel ini bisa menjadi keuntungan tersendiri bagi DKFT. Sebab, pemerintah hanya melarang ekspor bijih nikel dan tidak melarang ekspor nikel yang telah diolah.

"Justru malah meningkatkan value-nya. Hanya saja yang menjadi masalah harus ada investasi awal ke dalam Indonesia," terang Frederik saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (11/9).

Ia pun mencontohkan DKFT yang beberapa waktu lalu tidak mencatatkan pendapatan. Berdasarkan catatan Kontan.co.id, pada 2018 emiten ini tidak mencatatkan pendapatan.

Akan tetapi, karena adanya kewajiban dari pemerintah bahwa tambang nikel harus memiliki smelter sebelum bisa menjual hasil produksi tambangnya, DKFT kini berhasil mencatatkan pendapatan. Pada kuartal pertama 2019, DKFT meraup pendapatan sebesar US$ 298.06 juta dari hasil menjual nikel dan feronikel.

DKFT pun kini tengah serius untuk mengembangkan produk olahan nikel. DKFT sedang meneruskan proyek pengembangan smelter feronikel tahap II berkapasitas 200.000 metrik ton feronikel per tahun yang saat ini memasuki studi kelayakan.

Baca Juga: Ekspor bijih nikel dilarang tahun depan, ini efeknya terhadap Central Omega (DKFT)

Smelter yang berlokasi di Morowali Utara, Sulawesi Tengah ini akan mulai dibangun pada 2020 dan diperkirakan rampung pada pertengahan 2022.

Namun, salah satu tantangan yang dihadapi oleh DKFT adalah menciptakan target pasar dari produk olahan nikel. Frederik bilang, bijih nikel bisa dibeli oleh perusahaan yang membutuhkan nikel secara umum.

Akan tetapi, apabila nikel sudah dalam bentuk olahan, maka akan ada spesifikasi khusus yang diminta sesuai kriteria konsumen. Inilah yang menurutnya dapat memberatkan DKFT.

"Jadi intinya harus punya konsumen di luar negeri dahulu baru bisa menjual produk-produk olahan," tambahnya.

Namun, Frederik melihat prospek pasar nikel global masih cukup cerah. Hal ini karena permintaan terhadap nikel secara global masih cukup besar dan teknologi pengolahan nikel yang sudah canggih.

Baca Juga: Ekspor Bijih Nikel Dilarang, Antam (ANTM) dan Vale (INCO) Evaluasi Strategi Bisnis

Pada perdagangan hari ini, saham DKFT ditutup menguat 2,36% ke level Rp 260 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×