Reporter: Harry Febrian | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kenaikan harga jual gas industri menuai protes. Sang produsen, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menaikkan harga jual dari US$ 6,8 per million British thermal unit (mmbtu) menjadi US$ 10,12 per mmbtu (lihat halaman 14).
Mereka yang sudah menyuarakan penolakan antara lain Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik Indonesia (Inaplas). Sedang Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) memasang syarat, pasokan terlebih dahulu lancar, sebelum harga naik.
Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Andy Ferdinand, menganggap, rencana kenaikan harga jual, tidak mengejutkan. "Sudah diperhitungkan, sejak ada isu pemasok ingin menaikkan harga jual ke PGAS," tutur dia.
Andy memperkirakan, permintaan gas tak berubah kendati harga naik. Karena harga yang baru masih tetap lebih murah dibandingkan harga komoditas energi yang lain.
Raditya Christian Artono, Analis Mandiri Sekuritas, menimpali, kenaikan harga jual gas tidak bisa dihindarkan. "Harga beli PGAS juga sudah naik," tutur dia. Ia menilai, kenaikan harga bisa berdampak positif terhadap kinerja PGAS, selama emiten itu menikmati margin keuntungan di atas US$ 3 per mmbtu.
Sedang Chandra Pasaribu, analis Danareksa Sekuritas, menilai kenaikan harga jual gas akan berdampak positif, karena memungkinkan PGAS menggulirkan berbagai agenda investasi barunya.
Terminal baru
Selain kenaikan harga jual, PGAS berpeluang menuai pertumbuhan kinerja karena pembangunan receiving terminal di Jawa Barat. Proyeksi Andy, terminal yang baru itu akan menambah kapasitas distribusi gas, hingga, setidaknya 100 mmscfd.
Tantangan PGAS saat ini, memang, tidak cuma harga, tetapi juga volume gas yang dapat disalurkan. Achmad Widjaja, Sekjen FIPGB, menuturkan, kenaikan harga wajar, asal pasokan gas untuk industri menjadi lancar. Menurut dia, proyeksi kebutuhan gas untuk industri di tahun ini mencapai 4.200 million metric standard cubic feet per day (mmscfd).
Raditya menambahkan, industri lebih peduli kelancaran pasokan. "Asal volumenya aman, kenaikan ini relatif tidak masalah," tutur dia.
Untuk itu, sejumlah proyek peningkatan kapasitas oleh PGAS bisa menjadi faktor positif. Chandra mencatat, kapal Nusantara Regas Satu yang akan menjadi LNG receiving terminal terapung, telah siap 95%. Operasional komersial diprediksi bisa berlangsung mulai kuartal tiga tahun ini.
Nantinya, terminal tersebut memiliki kapasitas penampungan sebesar 500 mmscfd. PGAS juga telah menunjuk Hutama Karya sebagai kontraktor utama terminal terapung di Sumatra Utara yang berkapasitas 100 mmscfd.
Selama tiga bulan pertama tahun ini, usaha PGAS untuk meningkatkan volume distribusi gas tidak terlalu buruk. Totalnya 787 mmscfd, naik tipis dari 780 mmscfd di periode yang sama tahun lalu.
Baik Raditya maupun Andy sama-sama menyarankan beli PGAS dengan target harga masing-masing Rp 4.900 dan Rp 4.300 per saham. Sedang Chandra memasang rekomendasi hold dengan target harga Rp 3.700 per saham.
Harga PGAS, Senin (14/5), ditutup melemah 0.67% menjadi Rp 3.725 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News