Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
Outlook yang negatif ini sudah tercermin pada saham-saham properti yang bergerak dalam tren penurunan sejak awal tahun. Adapun dilihat dari laporan keuangan 2021, penjualan apartemen perseroan mengalami penurunan hingga 37% year on year (yoy) menjadi Rp 73 miliar dari Rp 116 miliar di tahun 2020.
Menurut Pandhu, berkaca dari kondisi tersebut, manajemen perlu memikirkan strategi yang lebih tepat untuk meningkatkan penjualan apartemen. Apalagi, situasi saat ini berpotensi menekan minat konsumen.
Dilihat dari segmen perhotelan, SWID mengalami peningkatan pendapatan hingga 46% yoy menjadi Rp 54 miliar dari Rp 37 miliar di tahun 2020. Pertumbuhan ini tertopang pelonggaran pembatasan pasca pandemi. Perolehan di tahun 2021 itu diharapkan membaik seperti di tahun 2019 ketika segmen perhotelan bisa mencetak pendapatan hingga Rp 89 miliar. Dengan demikian,perseroan bisa kembali merogoh profit dari segmen ini.
Yang menjadi catatan, karakter bisnis perhotelan memiliki biaya operasional tinggi sehingga berpotensi menekan kinerja seperti yang terjadi selama dua tahun terakhir. Sepengamatan Pandhu, tingkat okupansi masih relatif rendah sehingga laba perseroan tergerus.
Dengan harga IPO di Rp 200, SWID akan listing dengan rasio PBV sekitar 6 kali dan PE sekitar 57 kali. Dibandingkan dengan industrinya, valuasi SWID cukup tinggi sehingga kurang menarik untuk jangka panjang.
" Mungkin akan lebih cocok untuk jangka pendek saja mengingat pergerakan beberapa hari pertama listing biasanya cukup kencang," imbuhnya. Apalagi pembagian waran 1:1 berpotensi meningkatkan minat para pemburu IPO karena ada potensi keuntungan dari waran yang dibagikan secara gratis oleh emiten.
Baca Juga: Masuk Penawaran Umum, Saraswanti Indoland (SIWD) Pasang Harga IPO Rp 200
Sementara itu, dari sekian banyak calon emiten yang menyandang status book building saat ini, Pandhu melihat PT Tera Data Indonusa (AXIO) menjadi salah satu yang atraktif. Pemilik merk laptop Axioo dan RAM Visipro itu sudah cukup terkenal dan diharapkan dapat bersaing dengan merk lain, terutama sejak Kemenperin mensyaratkan TKDN tinggi. Adapun untuk saat ini, produk laptop perseroan memiliki TKDN mencapai 50%, di atas batas yang disyaratkan pemerintah sebesar 40%.
Dilihat dari kinerja keuangannya, Tera Data Indonusa membukukan pertumbuhan yang kuat. Pendapatan sepanjang 2021 terkerek 342% lebih tinggi dibanding 2020, sedangkan laba tumbuh 101% yoy. Rasio utang pun relatif rendah sehingga bisa dikatakan memiliki struktur modal yang sehat.
Sementara itu Wawan berpendapat, berkaca dari booming siklus komoditas yang mengangkat pertumbuhan ekonomi sebelumnya, sektor properti justru akan terimbas positif. Selain itu, saham-saham terkait sektor energi dan consumer good juga dipandang akan menarik ke depannya.
Baca Juga: Cerestar Indonesia (TRGU) Tetapkan Harga IPO Rp 210 per Saham
Disamping memperhatikan sektornya, investor juga perlu melihat fundamental masing-masing emiten, prospek bisnis, dan juga proyeksi likuiditasnya. Umumnya, saham kapitalisasi kecil tidak terlalu likuid, sehingga terhadap calon-calon saham yang berkapitalisasi mini itu investor musti siap dengan risiko ini.
Senada, Pandhu menambahkan, investor perlu melihat valuasi dari masing-masing emiten. Mengingat, fundamental emiten akan tercemin pada pergerakan sahamnya dalam jangka panjang. Selain itu, likuiditas saham juga perlu diperhatikan. Jika terlalu sedikit, maka akan sulit bagi investor untuk menjual ke pasar. Jika terlalu besar akan sulit untuk bergerak atraktif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News