Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tekanan bisnis sektor perbankan tahun lalu tercermin dari kinerja bank-bank BUMN. Dari empat bank pelat merah yang melantai di bursa, hanya dua yang menorehkan pertumbuhan kinerja 2016 yang signifikan.
Dua bank itu adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencetak pertumbuhan laba yang tinggi, yakni 24,8% dan 41,5%.
Adapun PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) hanya mampu menggoreskan pertumbuhan laba tipis 3,2% menjadi Rp 26,22 triliun.
Sebaliknya PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan penurunan laba bersih yang tajam, mencapai 30,7% menjadi Rp 13,07 triliun.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, perlambatan ekonomi tahun lalu membuat kinerja banyak perusahaan memburuk. Sehingga bank-bank menambah dana pencadangan. "Khususnya, dari kredit perusahaan komoditas," kata Hans, Ahad (19/2).
Kredit di perusahaan komoditas cukup menjadi kendala. Tingkat kredit bermasalah alias nonperforming loan (NPL) di sektor pertambangan dan penggalian paling tinggi, yakni menembus 7,37% per November 2016 lalu. Untunglah, harga komoditas tahun ini naik tinggi. Ini memberi harapan, NPL sektor tambang di perbankan bakal turun.
Menurut Andy Ferdinand, Analis Samuel Sekuritas, NPL bank tampak membaik pada semester kedua tahun lalu. Tapi, dia masih menyimpan kekhawatiran tentang kualitas aset bank tahun ini.
Contoh, outlook NPL BBRI tahun ini bisa mencapai 2,2%2,4%, lebih tinggi dari kuartal IV tahun lalu sebesar 2,03%. "Kemungkinan NPL segmen korporasi dan medium masih berpotensi meningkat tahun ini," ungkap Andy dalam risetnya, Kamis (9/2). Tapi, rata-rata NPL perbankan tahun ini akan di bawah tahun lalu.
Kredit tumbuh
Andy yakin, kredit berpotensi tumbuh seiring kuatnya segmen mikro dan korporasi. Proyek infrastruktur yang mulai bergulir juga jadi kunci peningkatan kredit sektor infrastruktur ke bank-bank BUMN. "Potensi naiknya inflasi dan suku bunga diperkirakan akan sedikit menurunkan tingkat NIM," ujarnya.
Walaupun kondisi perekonomian bisa lebih baik tahun ini, masih ada beberapa sektor kredit yang cukup mengkhawatirkan, khususnya pinjaman komersial.
Tak heran, BBNI, misalnya, fokus menjaga kualitas kredit komersial dan menengah. Tahun lalu, BBNI merestrukturisasi kredit senilai Rp 31,43 triliun, naik 55% dari tahun sebelumnya Rp 20,70 triliun.
BMRI juga merestrukturisasi kredit Rp 52,3 triliun, melesat 62% dari tahun sebelumnya Rp 32,5 triliun. Nilai restrukturisasi kredit BBTN juga naik dari Rp 4,16 triliun pada 2015 menjadi Rp 8,38 triliun di 2016.
Bima Setiaji, Analis NH Korindo, menyatakan, skema restrukturisasi umumnya dilakukan bank dengan perpanjangan masa pelunasan kredit. Dus, perbaikan aset yang dilakukan BBTN turut meningkatkan laba bersih 2016. "Setelah restrukturisasi, debitur mulai membayar bunga sehingga membatasi biaya cadangan," kata Bima.
Analis Buana Capital Suria Dharma menambahkan, rasio tingkat restrukturisasi kredit BBNI masih salah satu yang paling tinggi dibanding bank-bank besar lain. BBNI memperkirakan, tahun ini ada kenaikan restrukturisasi kredit Rp 4 triliunRp 5 triliun.
Dari 55% nilai restrukturisasi kredit BBNI, sekitar 27,5% merupakan pinjaman korporasi dan menengah. Kontribusi pinjaman ini yang terbesar dari total kredit BBNI selama 2016.
Suria rekomendasikan buy saham BBNI, dengan target harga Rp 7.200 per saham. Bima merekomendasikan buy BBTN dengan target harga Rp 2.430. Rekomendasi Andy: buy BBRI dan BBTN dengan target harga Rp 13.500 dan Rp 2.300. Sedang Hans merekomendasikan buy BBNI sebagai pilihan utama dengan target harga Rp 5.850, buy BBRI dengan target Rp 13.100, buy BMRI dengan target harga Rp 12.100.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News