Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten di bawah naungan Danantara diproyeksikan bakal meningkatkan rasio pembayaran dividen demi mencapai target setoran di tahun 2025.
Asal tahu saja, raihan dividen emiten pelat merah di tahun 2025 ditargetkan bisa mencapai Rp 140 triliun. Ini naik dari target dividen emiten BUMN tahun 2024 yang sebesar Rp 85 triliun.
Chief Executive Officer (CEO) Danantara Rosan Roeslani mengatakan, Danantara menargetkan untuk menghimpun dan menginvestasikan dana hingga US$ 40 miliar hingga lima tahun ke depan.
Semua dana yang dihimpun itu ditargetkan berasal dari modal ekuitas, tanpa menggunakan leverage.
Baca Juga: PNBP Melambat Tajam, Harga Komoditas dan Dividen BUMN Jadi Penekan
“Kalau saya pakai leverage empat atau lima kali, maka saya punya sekitar US$ 250 miliar dolar Amerika Serikat (AS) untuk diinvestasikan,” ujarnya dikutip dari siaran langsung HIPMI-Danantara Indonesia Business Forum 2025, Senin (20/10/2025).
Dalam catatan KONTAN, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga sempat menyampaikan bahwa Danantara sudah memegang dividen BUMN untuk tahun 2025 sebesar Rp 90 triliun.
Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara juga berencana menyalurkan dana hasil dividen BUMN ke pasar modal. Sekitar Rp 16 triliun uang Danantara akan masuk ke sejumlah saham.
Sejumlah emiten pelat merah sudah mencanangkan target untuk pembagian dividen buku tahun 2025. Misalnya, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) yang berniat untuk mempertahankan dividend payout ratio (DPR) sebesar 25% dari laba inti alias core profit di sepanjang tahun ini.
Sebagai gambaran, JSMR membagikan dividen sebesar Rp 1,13 triliun dari buku tahun 2024. Jumlah itu setara dengan 25% dari laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan jumlah tersebut, berarti besaran dividen per saham yang diperoleh pemegang saham JSMR adalah sebesar Rp 156,23 per saham. Dividen per saham pada tahun 2024 ini melonjak 312,61% dibandingkan periode lalu sebesar Rp 37,86.
Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Angga Septianus melihat, naiknya target dan kebutuhan dari dividen emiten Danantara tentu bisa meningkatkan DPR mereka.
Tetapi, bisa juga DPR tetap flat dengan asumsi laba per saham dan kinerja emiten mengalami kenaikan. “Tentu kebijakan dividen sudah diperhitungkan baik-baik tanpa membebani operasional perusahaan,” ujarnya kepada Kontan, Senin (20/10/2025).
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan melihat, jalan terbaik untuk mencapai target tersebut adalah dengan meningkatkan raihan laba emiten BUMN, atau memperbaiki emiten BUMN yang semula rugi menjadi untung dan siap tebar dividen.
Baca Juga: Saham Emiten Pertambangan BUMN Tersengat Cuan Dividen
Namun jika melihat performa laba BUMN hingga semester I-2025, baik dari perusahaan pelat merah listing (terbuka) dan non-listing, mayoritas mengalami penurunan dibandingkan performa tahun lalu.
“Alhasil, untuk menutupi target wajib setoran dividen itu tentu akan berasal dari peningkatan rasio DPR masing-masing emiten,” ujarnya kepada Kontan, Senin.
Jika Danantara memilih menaikan DPR, sovereign wealth fund (SWF) ini dilihat Alfred masih akan mengandalkan BUMN sektor perbankan.
Sebab, dampak kenaikan DPR BUMN perbankan bisa tereliminasi dengan kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di empat bank himbara. Yaitu, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).
Apalagi, tahun lalu porsi sumbangan dari empat bank BUMN tersebut terhadap setoran dividen total pada tahun 2024 lalu mencapai 70%.
“Tapi tentu kenaikan rasio DPR bagi setiap korporasi akan mengurangi modal kerja, karena laba merupakan sumber pendanaan bagi setiap korporasi, termasuk dalam hal ini BUMN,” ungkapnya.
Senada, Managing Director Research and Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su melihat, beberapa emiten bank pelat merah berpotensi menaikkan DPR untuk buku tahun 2025.
Dia mencatat, BBRI sudah naik dari sekitar 80% pada tahun 2024, menjadi sekitar 86%. Lalu, BMRI menargetkan DPR sekitar 60%–70% untuk tahun 2025, naik dari 55%–60% di tahun 2024.
“BBNI berencana menaikkan DPR dari 50% menjadi sekitar 60%–65% untuk tahun 2025. Sementara, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan BBTN kemungkinan tetap konservatif,” ujarnya kepada Kontan, Senin.
Baca Juga: Dividen BUMN Masuk Danantara, Target PNBP 2025 Tidak Tercapai
Meskipun ada kenaikan DPR, hal itu tak lantas memberatkan kinerja emiten perbankan pelat merah. Sebab, return on equity (ROE) perbankan BUMN masih tinggi. Contohnya, ROE BBRI ada di kisaran 19,9% dan BRIS di 18,2%.
Lalu, cost of fund (CoF) emiten perbankan juga turun setelah penempatan dana pemerintah. BBRI membayar COF sebesar 86% dari laba 2024, BBNI 65%, dan BMRI sekitar 60%.
“Artinya, kewajiban dividen ke Danantara masih dalam kapasitas laba yang sehat,” katanya.
Prospek dan Rekomendasi
Alfred melihat, BUMN perbankan memiliki DPR yang memang tinggi, mulai dari 25% hingga 85%, dan disertai dengan perolehan laba yang relatif stabil.
Setelah itu BUMN pertambangan seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga punya DPR yang menarik. Lalu, diikuti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM).
Namun, untuk melihat keuntungan bagi pemegang saham akan dilihat dari besaran dividen yield yang diterima. “Meskipun emiten memiliki DPR yang tinggi , jika dividen yield-nya rendah, tentu tidak menjadi menarik,” paparnya.
Menurut hitungan Alfred, dividend yield dari BMRI dan ANTM berpotensi menarik. Hitungannya dilihat dari DPR para emiten di tahun 2024 yang dibagi price to earning ratio (PER) mereka saat ini.
DPR ANTM di tahun 2024 sebesar 100% dengan PER 8,4 yang membuat potensi dividend yield-nya 11,9%. Dengan rumus serupa, potensi dividend yield BMRI di kisaran 9,5%, BBRI 8%, BBNI 8,7%, dan PGAS 9,1%.
“BMRI dan ANTM di harga saat ini bisa memberikan dividen yield di atas 10%. Lalu, BBRI, BBNI, dan PGAS dengan perkiraan dividen yield 8%-9%,” ungkapnya.
Ke depan, kinerja emiten BUMN perbankan masih akan sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga, ada kemungkinan performa mereka di akhir tahun 2025 tak akan jauh berbeda dengan realisasi di semester I lalu. “Kecuali BBTN yang diperkirakan masih akan tumbuh labanya di tahun ini,” tuturnya.
Lalu, kinerja ANTM juga masih prospektif hingga akhir tahun 2025 lantaran masih terjadi kenaikan harga emas sepanjang semester II.
Dalam jangka pendek atau hingga akhir tahun 2025, emiten BUMN kemungkinan juga masih dibayangi oleh aksi jual asing yang akan menjadi sentimen negatif bagi harga saham mereka. Namun sebaliknya ANTM dan PGAS kemungkinan masih mencatatkan net buy asing hingga akhir 2025.
Angga melihat, PTBA, BMRI, BBRI, dan TLKM masih berpotensi menawarkan dividen yang menarik.
“Potensi DPR mengacu ke historikal masing-masing perusahaan. Seharusnya (dividen tahun ini) tidak jauh dari angka tersebut, dengan asumsi laba per saham (earning per share/EPS) sama,” katanya.
Angga pun merekomendasikan hold untuk PTBA dan TLKM dengan target harga masing-masing Rp 2.320 per saham dan Rp 3.400 per saham. Sementara, rekomendasi buy disematkan untuk BMRI dan BBRI dengan target harga masing-masing Rp 4.900 per saham dan Rp 3.930 per saham.
Tak jauh berbeda, Harry mengunggulkan BBRI yang berpotensi akan memberikan dividen paling menarik, karena punya DPR 86% dan dividend yield cukup tinggi.
Prospek emiten perbankan pelat merah juga tetap positif hingga tahun 2026 nanti berkat penurunan suku bunga, stimulus fiskal, dan potensi injeksi dana lebih dari Danantara. Jika hanya melihat kinerja, BRIS dinilai bakal punya pertumbuhan laba yang paling cepat dari pembiayaan syariah (+16% YoY) dan juga dari gold financing.
“Risiko global dan kenaikan NPL mikro masih ada, tapi stabilitas marjin dan provisi menjaga laba. Kombinasi dividen tinggi dan valuasi murah membuat sektor ini menarik,” katanya.
Harry pun merekomendasikan beli untuk BBRI, BMRI, BBNI, BRIS, dan BBTN dengan target harga masing-masing Rp 5.000 per saham, Rp 5.100 per saham, Rp 5.200 per saham, Rp 3.100 per saham, dan Rp 1.600 per saham.
Selanjutnya: IPC Terminal Petikemas Catat Kinerja Positif pada Kuartal III 2025
Menarik Dibaca: Simak Ramalan Zodiak Karier & Keuangan Besok Selasa 21 Oktober 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News