Reporter: Aris Nurjani | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), mencatatkan laba bersih senilai US$ 118,5 juta atau setara Rp 1,7 triliun pada kuartal pertama 2022.
Kenaikan laba bersih berasal dari pendapatan yang dibukukan PGAS pada kuartal pertama, yakni sebesar US$ 836,9 juta. Jumlah ini meningkat 14,15% dari pendapatan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 733,15 juta.
Dari pendapatan tersebut, PGN mencatatkan laba bruto sebesar US$ 186,0 juta, laba operasi sebesar US$ 154,3 juta dan EBITDA sebesar US$ 313,4 juta.
Analis Trimegah Sekuritas Hasbie dalam risetnya 13 Juni 2022 memiliki kinerja yang defensif saat ini. Sebab harga jual produk gas PGN sekitar 57% lebih murah dibandingkan bahan bakar lainnya pada kuartal I-2022.
"Kami berpendapat bahwa PGN harus dianggap sebagai pemain defensif. Selain alasan harga jual yang lebih murah dibandingkan bahan bakar lainnya pada kuartal I-2022. Sementara total cakupan khusus harga gas sudah mencapai 63% dalam 4 bulan pertama di 2022 dari total volume, sehingga akan membatasi penurunan dari harga minyak yang tinggi saat ini," ucap Hasbie.
Baca Juga: Dukung Wisata Hijau dan KTT G20, Blue Bird (BIRD) Siapkan Kendaraan Listrik di Bali
Hasbie mengatakan pendapat umum pasar tentang PGAS sebagai saham volatil dan beta saham tinggi tidak lagi relevan, karena betanya telah turun dari 1,4 pada Desember 2021 menjadi 0,94 saat ini. Beta saham adalah indikator untuk mengukur sensitivitas suatu saham terhadap pergerakan pasar secara keseluruhan atau indeks harga saham gabungan (IHSG).
Selain itu, eksposur hulu PGN melalui anak usahanya, PT Saka Energi Indonesia akan memberikan potensi kenaikan harga gas guna menahan kenaikan harga minyak sebesar 63% dari volume pengangkatannya sepanjang tahun 2021 didasarkan pada indeks kontrak terkait.
Hasbie menyampaikan pasokan minyak dan gas tetap mengalami tekanan dan mengharapkan harga yang tinggi. "Harga minyak mentah brent hingga Juni 2022 saat ini diperdagangkan pada US$ 104/bbl atau naik 59% secara tahunan," ujar Hasbie.
Hasbie berpendapat bahwa kemungkinan harga minyak akan mengalami penurunan di bawah level US$100/bbl karena terbatasnya pasokan tambahan baru.
Di sisi lain, permintaan sangat kuat terjadi terutama di pasar AS dimana kombinasi dari tingkat pengangguran AS yang rendah dan musim panas yang terjadi telah mempercepat permintaan minyak yang lebih tinggi.
Baca Juga: PGN Dorong Penggunaan LNG Sebagai Bahan Bakar Pembangkit di Kereta Api
"Oleh karena itu, kami mengharapkan harga minyak pada tahun 2022 hingga 2024 menjadi US$ 110/95/85 per bbl dan Henry Hub (gas) dengan asumsi US$ 7/6/5,5 per mmbtu," ucap Hasbie.
Hasbie memperkirakan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) volume minyak dan gas Saka sebesar 7% pada sepanjang tahun 2021-2024 seperti yang diharapkan lebih banyak volume dari Fasken dan Pangkah.
Kedua yaitu volume distribusi gas CAGR turun 6% karena lebih kuat karena pertumbuhan ekonomi pasca Covid19 dan CAGR harga sebaran gas sebesar turun 6% karena kenaikan harga khusus dan biaya pembaruan kontrak yang lebih tinggi dengan blok Koridor.
Hasbie memperkirakan pendapatan Saka energi dan EBITDA meningkat dari rata-rata US$ 400 juta / US$260 juta masing-masing pada tahun 2017/2021 menjadi US$ 527 juta/408 juta pada tahun 2022/2024.
"Hal ini akan menjadi positif untuk margin EBITDA PGAS karena mengingat margin Saka sekitar 77% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan distribusi gas sebanyak 22%," ucap Hasbie.
Baca Juga: Asia Tengah Cari Akal untuk Memerangi Lonjakan Inflasi, Bagaimana Indonesia?
Sebagai hasilnya, Hasbie mengharapkan kontribusi EBITDA Saka meningkat dari hanya 27% pada 2017–2021 hingga sekitar 37% pada 2022–2024.
Hasbie merekomendasikan untuk PGAS dengan rating BUY dan TP Rp2.300/sh.
Hasbie percaya PGAS memiliki banyak ruang untuk penilaian ulang seperti yang dilakukan karena pasar belum sepenuhnya menghargai kenaikan dari Saka. Selain itu, ia memperkirakan PGAS menjadi salah satu pesaing utama untuk penyertaan MSCI berikutnya pada 22 November.
Hasbie mengatakan risiko utama yang terjadi pada PGAS adalah minyak yang lebih rendah dengan asumsi harga dan cakupan yang lebih tinggi untuk harga gas khusus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News