kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perubahan bobot indeks jadi hal lumrah bagi manager investasi


Selasa, 28 April 2020 / 16:42 WIB
Perubahan bobot indeks jadi hal lumrah bagi manager investasi


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan perubahan minor atau bobot pada indeks saham dinilai peristiwa normal. Untuk itu, perubahan bobot diyakini tidak akan berdampak signifikan terhadap strategi maupun prospek portofolio manager investasi (MI) ke depan.

Direktur Panin Asset Management (PAM) Rudiyanto mengatakan, perubahan bobot dan daftar saham dalam indeks merupakan peristiwa normal karena berjalan setiap 6 bulan.

Asal tahu saja, BEI bakal mengubah bobot emiten ke indeks LQ45, IDX30 dan Sri Kehati per 4 Mei 2020 nanti. Pada masing-masing indeks tersebut, terdapat beberapa saham yang mengalami penurunan maupun kenaikan bobot, bahkan ada yang keluar dari indeks. 

Baca Juga: Ini anggota indeks BUMN20 periode Mei-Juli 2020

Rudiyanto menjelaskan, dalam menyusun reksadana indeks atau Exchange Traded Fund (ETF), bobot diperbolehkan antara 80% - 120% dari bobot di indeks tersebut.

Kemudian, jumlah anggota portofolio minimal 80%, sehingga kalau IDX 30, maka minimal 24 saham dan untuk LQ45 maka minimalnya adalah 36 saham.

"Misalkan tadinya BBCA 16%, lalu (bobotnya) jadi 12%, maka MI juga akan menyesuaikan dengan kisaran 80% - 120% dari 12% tersebut," jelas Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Selasa (28/4). 

Selain itu, perubahan hanya akan terjadi di hari berlakunya indeks yang baru, umumnya paling lama adalah dua hari. Ini karena, jika ukuran reksadana sudah besar maka proses penjualannya membutuhkan waktu.

Dengan begitu, produk reksadana indeks dan ETF diperkirakan tidak akan terdampak oleh perubahan bobot tersebut, lantaran akan disesuaikan setiap 6 bulan. Asal tahu saja, ETF lebih sering menjadikan indeks sebagai acuannya, sedangkan untuk reksadana seperti saham cenderung mengacu pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Secara timing, Rudiyanto mengatakan jika ada saham yang keluar dan kebetulan memiliki fundamental yang bagus dan harganya terlalu jatuh, maka momentum tersebut bisa dijadikan kesempatan untuk beli. Apalagi, untuk reksadana saham tidak memiliki kewajiban untuk investasi pada saham anggota indeks LQ45, IDX-30 ataupun Sri Kehati.

Sedangkan dalam mengelola reksadana indeks, Rudiyanto mengatakan bahwa manajer investasi cenderung tidak terlalu melihat prospek saham. Itu karena, tujuannya membuat portofolio menyamai indeks acuan. Jadi ketika indeks berubah, maka manajer investasi akan melakukan perubahan agar kinerjanya masih serupa dengan indeks.

"Justru yang dihindari MI adalah perusahaan dengan GCG tidak terlalu baik dan atau saham yang likuiditasnya berkurang, sehingga berpotensi diganti di periode berikutnya," pungkasnya.

Di antara saham yang mengalami perubahan bobot 4 Mei 2020 nanti, Rudiyanto menilai saham BBCA dan TLKM masih menjadi saham yang bagus dalam jangka panjang. Untuk itu, meskipun mengalami perubahan bobot, kedua saham tersebut masih bisa menjadi pilihan investasi. 

Baca Juga: Tiga saham bank big caps jadi pemberat IHSG, ini kata analis

Hingga akhir tahun, prospek IHSG masih sangat bergantung pada penanganan persebaran virus corona atau Covid-19 di Amerika Serikat (AS). Jika puncak wabah terjadi pertengahan April dan ada relaksasi di akhir Mei atau awal Juni 2020, maka IHSG akhir tahun berpeluang ditutup pada kisaran 6.400.

Selanjutnya, apabila puncak wabah terjadi di akhir April dan proses relaksasi berlangsung hingga Juni, maka IHSG diperkirakan akan ditutup pada level 6.000. Sedangkan apabila wabah berakhir Mei dan relaksasi berlangsung hingga akhir Juni atau awal Juli, maka IHSG 2002 diperkirakan berakhir di kisaran 5.000.

Beberapa skenario tersebut, diprediksi berdasarkan asumsi bahwa puncak wabah dan relaksasi Indonesia mundur dua pekan dibandingkan AS. "Namun, jika wabah terus berlarut-larut tanpa ada tanda-tanda penurunan atau terkendali, maka belum ada prediksinya (IHSG 2020)," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×