Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Komoditas logam perak diminati sebagai aset safe haven meski jumlahnya tidak setinggi emas. Hal tersebut menjadi peluang kenaikan harga di tahun ini.
Andri Hardianto, analis PT Asia Tradepoint Futures mengatakan, kenaikan permintaan safe haven dapat mendorong harga perak sepanjang tahun ini. "Karena adanya suku bunga negatif di beberapa negara, pelaku pasar menghindari pasar uang dan mencoba memilih komoditas safe haven," paparnya.
Sementara pekan ini pergerakan harga perak melihat data dari China dan Amerika Serikat (AS). Neraca perdagangan China bulan Januari mencatat surplus 406 miliar yuan atau lebin tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 382 miliar yuan.
Namun, impor China menurun. Selanjutnya, China akan merilis data inflasi Januari pada Kamis mendatang dengan proyeksi naik menjadi 1,9% dari sebelumnya 1,6%.
Neraca perdagangan serta inflasi menunjukkan kondisi ekonomi di China. Jika inflasi membaik, maka diharapkan mampu membawa sentimen positif bagi harga perak.
Sementara itu, AS akan merilis data inflasi Januari pada akhir pekan ini dengan proyeksi tetap di angka minus 0,1%. Namun secara tahunan, inflasi diprediksi naik menjadi 1,2% dari sebelumnya 0,7%.
Inflasi merupakan salah satu indikator The Fed untuk menaikkan tingkat suku bunga. Angka inflasi yang lebih baik dari proyeksi berpotensi mengangkat dollar AS dan menyeret harga perak.
Pada dasarnya, kenaikan suku bunga The Fed sudah diprediksi pasar. Hanya saja, waktu kenaikan masih menjadi tanda tanya.
Dengan demikian, efek spekulasi kenaikan suku bunga The Fed tidak lagi sebesar tahun lalu. Proyeksi Andri, harga perak hingga akhir tahun ini akan berada di level US$ 17,00 per ons troi.
Mengutip Bloomberg, Senin (15/2) pukul 20.40 WIB, harga perak kontrak pengiriman Maret 2016 di Commodity Exchange terkikis 2,6% ke level US$ 15,380 per ons troi. Dalam sepekan terakhir, perak tergerus 0,6%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News