Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mulai dibukanya kembali perekonomian global diharapkan menjadi katalis positif bagi pergerakan harga minyak dunia ke depan. Pasalnya permintaan diperkirakan akan mulai pulih apabila aktivitas ekonomi mulai kembali berjalan. Hanya saja, pergerakan minyak dunia masih tetap dibayangi oleh sentimen kelebihan pasokan.
Selasa (9/6), pukul 18.30 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2020 di Nymex terpantau turun 1,49% menjadi US$ 37,62 per barel. Sementara minyak mentah berjangka Brent kontrak pengiriman Agustus 2020 di ICE Futures turun 1,30% menjadi US$ 40,27 per barel
Faisyal, analis Monex Investindo Futures mengatakan, penurunan harga minyak adalah respons kekecewaan pasar terhadap hasil OPEC+ yang hanya memperpanjang pemangkasan 9,7 juta barel per hari sebulan saja. Selain itu, keputusan Arab Saudi, Kuwait dan Uni Emirat Arab untuk menghentikan pengurangan sukarela mereka sebesar 1,18 juta bph dikhawatirkan memicu kelebihan suplai.
Baca Juga: Arab Saudi hentikan pemangkasan sukarela, harga minyak WTI turun hingga 2%
Sementara Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menilai, pemangkasan sukarela tersebut wajar adanya. Pasalnya, pemangkasan tersebut juga dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menyeimbangkan supply dan demand minyak dunia.
“Dengan perekonomian kembali berjalan dan sinyal permintaan minyak dunia kembali normal, wajar Arab akhirnya mengurangi jumlah pengurangan. Minyak ini komoditas yang erat kaitannya dengan spekulan, jadi supaya tidak dimanfaatkan spekulan makannya perlu ada penyeimbangan,” jelas Ibrahim kepada Kontan.co.id, Selasa (9/6).
Asal tahu saja, meski ada pemangkasan produksi, kesepakatan OPEC+ untuk mengurangi produksi hingga 7,7 juta bph masih akan tetap berlaku hingga akhir tahun nanti.
Baca Juga: Begini upaya pemerintah capai target bauran energi terbarukan 23% di tahun 2025
Ibrahim justru menyebut sentimen yang perlu diwaspadai jelas semester II-2020 ini adalah kelanjutan ketegangan geopolitik. Menurut dia, ada masalah geopolitik mulai dari ketegangan AS-China yang semakin memanas, hingga kabar dari semenanjung Korea yang dilaporkan Korea Utara memutus hubungan diplomatik dengan Korea Selatan.
Ketegangan ini disebut Ibrahim berpotensi dimanfaatkan spekulan dan memengaruhi harga komoditas minyak. “Selain ketegangan geopolitik, yang patut diwaspadai adalah bagaimana sikap para produsen di AS. Apakah mereka akan kembali meningkatkan produksi atau tidak, ini perlu diwaspadai karena para produsen ini punya kecenderungan langsung menambah produksi,” tambah Faisyal.
Ibrahim memproyeksikan harga minyak WTI pada semester II mendatang akan bergerak pada rentang US$ 35 per barel-US$ 45 per barel. Sementara Faisyal optimistis minyak dunia bisa mencapai level US$ 50 per barel pada akhir tahun nanti, dengan catatan permintaan bisa segera pulih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News