kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Permintaan minyak sawit (CPO) melesat saat produksi menurun karena musim kemarau


Jumat, 23 Agustus 2019 / 19:07 WIB
Permintaan minyak sawit (CPO) melesat saat produksi menurun karena musim kemarau
ILUSTRASI. Harga CPO menguat


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas minyak sawit atau crude palm oil (CPO) terus melejit di tengah berbagai sentimen. Kamis (22/9), harga CPO kontrak pengiriman November 2019 di Malaysia Derivative Exchange naik 2,17% ke level RM 2.256 per metrik ton.

Laju kenaikan harga CPO sulit dibendung. Ini mengingat dalam sepekan terakhir, harga komoditas tersebut telah menguat 2,54%.

Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menilai, kemarau berkepanjangan yang terjadi di Indonesia dan Malaysia berdampak negatif bagi pertumbuhan tanaman sawit. Hasilnya, produksi CPO di kedua negara tersebut menurun.

Padahal, permintaan CPO tengah meninggi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraannya beberapa hari lalu menyatakan bahwa Indonesia akan fokus pada pemanfaatan biodiesel B20. “Minyak sawit juga rencananya akan dipadukan dengan bahan bakar pesawat,” tambah Ibrahim, Jumat (23/9).

Baca Juga: Menko Luhut akan laporkan hasil temuan BPK tentang sawit ke presiden

Ia menyebut, jika perpaduan CPO dengan avtur terealisasi, hal ini berpotensi menyerap 60% produksi komoditas tersebut dari Indonesia dan Malaysia. Praktis, hanya 40% saja porsi produksi CPO yang dapat dinikmati oleh para pengimpor seperti China, India, hingga Korea.

Permintaan CPO dari China sebenarnya sedang meningkat. Hal ini tak lepas dari efek perang dagang yang membuat negeri tirai bambu enggan untuk mengimpor minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari dari AS.

“Potensi permintaan CPO dari Indonesia dan Malaysia di China berpeluang meningkat, apalagi harga CPO lebih murah dibandingkan minyak kedelai,” papar Ibrahim.

Tingginya permintaan dari China setidaknya dapat menutupi sentimen politik dari Eropa yang masih melarang penggunaan CPO untuk biodiesel.

Baca Juga: Ini Isi Aturan yang Melarang dan Membatasi Truk serta Mobil Pribadi Memakai Solar

Ibrahim melanjutkan, sentimen seperti gangguan cuaca pada dasarnya hanya bersifat sesaat. Ke depan, perkembangan masalah perang dagang hingga masalah kampanye hitam penggunaan minyak sawit dari Uni Eropa masih akan berpengaruh besar terhadap harga CPO di pasar.

Dari sisi teknikal, bollinger band moving average 30% di atas bollinger bawah. Ini mengindikasikan harga CPO masih berada di area tengah dengan potensi menguat dan melemah sama kuat. Sementara itu, indikator stochastic 70% positif. Adapun indikator MACD dan RSI 60% positif.

Proyeksi Ibrahim, di perdagangan Senin (26/8) nanti, harga CPO akan bergerak di kisaran RM 2.247-RM 2.273 per metrik ton. Sedangkan sepanjang pekan depan, harga CPO akan bergulir di area RM 2.235-RM 2.274 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×