Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Industri peternakan dalam negeri mendapatkan berkah dari kebijakan Jepang. Pertama kali dalam sepuluh tahun, negeri Sumo itu dikabarkan kembali mengimpor produk daging ayam dari Indonesia. Impor itu lantaran Jepang mulai cemas dengan keamanan pangan Tiongkok, setelah ditemukan penggunaan daging ayam kedaluwarsa atas beberapa produk China.
Para analis memprediksi, rencana Jepang mengimpor daging ayam dari Indonesia menjadi peluang bagi emiten peternakan seperti Japfa Comfeed Indonesia (JPFA), Charoen Pokphand Indonesia (CPIN), Malindo Feedmill (MAIN) dan Sierad Produce (SIPD).
Maula Adini Putri, analis AAA Securities, mengatakan, kebijakan otoritas Jepang bisa meningkatkan produksi anak ayam usia sehari alias day old chicken (DOC) Indonesia. Maula menduga, emiten sektor poultry akan terus meningkatkan produksi DOC. “Selain itu, mereka bisa meningkatkan produksi ayam broiler,” kata Maula.
Menurut dia, CPIN memiliki peternakan broiler yang lebih besar dibandingkan emiten lain. Hal ini bisa menguntungkan CPIN.
Robertus Yanuar Hardi, analis Reliance Securities, menilai, semua pengusaha sektor poultry berpeluang sama meraih tender ekspor daging ayam ke Jepang. “Ini bukan tender per perusahaan, tapi dari pemerintah,” ujar dia. Sebelum membuat kesepakatan, otoritas Jepang tentu akan meninjau lokasi peternakan di Indonesia dan memastikan tingkat keamanannya.
Para analis menilai, kesepakatan ekspor-impor dengan Jepang bakal melalui proses panjang, setidaknya hingga tahun depan. Adapun tahun ini, analis memandang sektor poultry masih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya, kebijakan pemerintah yang membatasi harga DOC dan pasokan daging ayam.
Industri peternakan juga masih menghadapi tantangan dari melemahnya rupiah. Maklum, emiten peternakan juga memiliki lini bisnis produksi pakan ternak. Sebagian besar bahan baku pakan ternak seperti kedelai dan jagung masih diimpor dari luar negeri. Dus, pelemahan rupiah bisa menambah beban operasional emiten.
Christine Natasya, analis Ciptadana Securities dalam riset per 18 Agustus 2014, menyebutkan, emiten sektor poultry melaporkan peningkatan pendapatan yang cukup tinggi pada semester I-2014, yakni tumbuh 15%-20% year-on-year (yoy). Pencapaian ini sesuai prediksi Christine. Namun, margin segmen DOC menurun.
Hal ini akibat peraturan pemrintah yang membatasi harga jual DOC sebesar Rp 3.200 per ekor pada April lalu. Untung saja, peraturan itu hanya berlaku bebarapa bulan.
Di sisi lain, margin broiler sedikit meningkat setelah peraturan Departemen Perdagangan untuk mengurangi pasokan DOC di pasar sebesar 15%. Akibatnya, harga jual ayam pedaging di pasar menjadi lebih tinggi.
Robertus berharap, pemerintah menentukan harga tetap bagi DOC. Dengan begitu, peternak terdorong mengembangkan peternakan yang lebih besar.
Christine menilai, jagung dan bungkil kedelai yang menyumbang 85%-90% dari harga pokok penjualan menurun masing-masing 26% dan 16% di semester I-2014 dibandingkan harga rata-rata akhir 2013. Hal ini dipicu meningkatnya panen di Amerika Serikat. Christine yakin, penurunan harga komoditas menjadi katalis utama bagi emiten poultry pada semester II-2014. Selain itu, Christine berharap rupiah menguat menjelang akhir tahun.
Robertus memprediksi, pendapatan emiten poultry tahun ini tumbuh 9%-10%. Sedangkan Maula menerka pendapatan industri peternakan tumbuh 15%. Robertus merekomendasikan buy untuk CPIN dan MAIN, serta hold untuk JPFA. Maula menyarankan hold untuk MAIN. Sedangkan Christine merekomendasikan buy untuk CPIN dan MAIN, serta hold untuk JPFA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News