Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
Pandemi Covid-19 juga tidak menghalangi XL Axiata untuk terus membangun jaringan. "Semua tetap berjalan sesuai dengan rencana, tidak ada penundaan yang berarti, dengan pengiriman peralatan dan material jaringan dikirimkan tepat waktu," ucap Dian.
Hingga akhir Juni 2020, XL Axiata tercatat memiliki total lebih dari 139 ribu base transceiver station (BTS) atau meningkat sekitar 10% secara yoy. Dari jumlah tersebut, sebanyak 49.744 merupakan BTS 4G. Sementara itu, jika dilihat dari luas cakupan wilayah, jaringan 4G milik XL Axiata telah melayani pelanggan di 456 kota/kabupaten di hampir semua provinsi yang ada di Indonesia.
Baca Juga: Kinerja XL Axiata (EXCL) diprediksi ciamik pada kuartal II-2020
Selain itu, untuk menyiapkan jaringan menuju 5G, XL Axiata juga terus melanjutkan proses fiberisasi jaringan. Hingga saat ini proses pembangunannya sudah mencapai 60% dari total target di tahun 2020.
Fiberisasi ini juga sekaligus mendukung peningkatan kualitas jaringan data di setiap area karena salah satu manfaat dari proses ini adalah kapasitas jaringan transport menjadi lebih besar. Menurut Dian, fiberisasi terbukti mampu meningkatkan kualitas jaringan untuk menopang sejumlah layanan data dengan kapasitas besar, seperti live video streaming.
Dari sisi kondisi finansial, neraca perusahaan tetap sehat dengan saldo kas yang lebih tinggi setelah mendapat tambahan dari hasil penjualan menara. Free Cash Flow (FCF) juga ada pada tingkat yang sehat, yakni sebesar Rp 2,76 triliun meski ada peningkatan capex untuk merealisasikan komitmen pembangunan jaringan.
XL Axiata saat ini juga tidak memiliki pinjaman dalam denominasi dollar Amerika Serikat, serta 45% di antaranya berbunga floating dengan masa jatuh tempo yang tidak bersamaan
Pada periode semester I-2020, XL Axiata juga berhasil mencatatkan kenaikan EBITDA sebesar 37% yoy menjadi Rp 6,49 triliun. Kemudian, laba bersih setelah pajak pada semester ini tercatat Rp 1,7 triliun.
Beban usaha pada semester I-2020 menurun 12% yoy. Penurunan ini bisa terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah beban biaya infrastruktur yang lebih rendah 23% yoy sebagai akibat dari adopsi IFRS 16.
Faktor selanjutnya adalah biaya interkoneksi dan biaya langsung lainnya juga menurun 21% yoy karena interkoneksi yang lebih rendah sebagai akibat dari penurunan lalu lintas suara. Penyebab terakhir adalah karena biaya pemasaran menurun 6% yoy sebagai akibat adanya pergeseran pengeluaran ke digital.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News