Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga batubara di semester kedua akan disetir oleh permintaan dan produksi yang meningkat dari China. Mahalnya harga gas alam turut menjadi peluang batubara sebagai substitusi bahan bakar.
Pengamat Komoditas dan Founder Traderindo.com, Wahyu Tribowo Laksono, mengatakan, secara umum berbagai faktor masih mendukung harga komoditas energi. Terkhusus batubara, harga komoditas ini sangat dipengaruhi oleh China.
“Tiongkok adalah konsumen dan produsen batubara teratas di dunia. Tahun lalu mereka menghasilkan rekor 4,5 miliar metrik ton,” ujar Wahyu kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7).
Baca Juga: Melonjak Signifikan, Realisasi Investasi Minerba Tembus US$ 15,92 Miliar per Mei 2024
Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China (NDRC) bisa membuat kebijakan intervensi seperti contohnya aturan jam kerja, aturan ekspor impor, hingga aturan keuangan bagi pertambangan batu bara.
Wahyu melanjutkan, terlepas kebijakan energi hijau atau green energy, prospek batubara dalam jangka panjang masih sangat potensial. China sebagai konsumen utama batubara akan membangun sistem produksi batubara cadangan pada 2027 untuk menstabilkan harga dan mengamankan pasokan batubara.
Adapun selama bulan Mei 2024, harga batubara di wilayah Asia Pasifik terpantau mengalami kenaikan. Ini didorong oleh kombinasi peningkatan konsumsi, serta tingkat produksi yang rendah. Selanjutnya, harga dipengaruhi oleh penurunan output dari negara-negara pengekspor, berkontribusi pada kenaikan harga secara keseluruhan.
“Permintaan untuk batubara melebihi pasokan yang tersedia, menciptakan situasi di mana pasokan tidak dapat bersaing dengan meningkatnya permintaan. Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan ini turut menyebabkan kenaikan harga batubara di seluruh wilayah,” imbuh Wahyu.
Baca Juga: Harga Biodiesel Meningkat, Dana Brata Luhur (TEBE) Jaga Kinerja Operasi
Selain itu, harga batubara Australia juga melonjak karena permintaan yang lebih kuat dari beberapa negara Asia, termasuk Thailand, Filipina, dan Vietnam, yang mengalami rekor gelombang panas yang mendorong konsumsi energi meningkat. Peningkatan permintaan juga datang dari Jepang.
Namun demikian, Wahyu tak menampik bahwa harga batubara mengalami kemerosotan dalam setahun terakhir. Secara fundamental koreksi harga disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang melambat dan harga gas yang lebih rendah, sehingga berdampak negatif terhadap permintaan batu bara di sektor listrik.
“Penurunan yang signifikan ini telah didukung oleh pasokan yang kuat dan secara bertahap meningkatkan penetrasi listrik terbarukan,” tambahnya.
Sisi positifnya penurunan tajam harga batu bara ini daripada tahun lalu tetap jauh di atas level rata-rata tahun 2015-2019. Dalam setahun terakhir, harga batu bara masih konsolidasi yang sempat tertekan di bawah level US$ 120 per ton, namun berhasil rebound dekati US$ 150 per ton atau tepatnya US$148 per ton.
Menurut Wahyu, pelemahan harga batu bara masih berpeluang terjadi pada 2025 karena pembangkit listrik terbarukan memenuhi permintaan listrik yang meningkat. Di sisi lain, tren pemotogan suku bunga dapat menjadi katalis positif untuk permintaan batu bara.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) Bidik 50% Pendapatan Non Batubara di tahun 2030
Selain itu, harga batubara bisa mendapatkan keuntungan dari kondisi harga gas alam yang lebih tinggi di seluruh Eropa. Harga gas alam tinggi terutama di Eropa Timur ini artinya kemungkinan beberapa negara akan membakar lebih banyak batu bara untuk pembangkit listrik selama musim dingin mendatang.
Dari China, Wahyu menuturkan, saat ini permintaan juga terpantau naik dan produksi batubara China mencapai level tertinggi enam bulan. Mengutip Barchart, harga batu bara Newcastle berjangka (futures) kontrak bulan Juli terpantau menguat 0,82% menjadi US$134,95 per ton pada Senin (15/7).
Menjelang musim panas, China dilaporkan mengumpulkan persediaan sebesar 162 juta ton batubara selama lima bulan pertama di 2024, setara dengan sekitar 8,5% konsumsi selama lima bulan tersebut, berdasarkan data dari cqcoal.com yang dikutip oleh Bloomberg bulan lalu
Produksi batu bara China mencapai 405,38 juta metrik ton pada Juni, volume tertinggi sejak Desember 2023 dan naik 3,6% dibandingkan Juni tahun lalu, menurut data Biro Statistik Nasional China (NBS).
Baca Juga: Subsidi Energi Fosil Masih Tinggi, Begini Tanggapan Kementerian ESDM
Wahyu memperkirakan, rata-rata harga batubara akan berkonsolidasi di area US$115 per ton – US$ 170 per ton hingga akhir tahun 2024. Harga wajar batubara dinilai pada posisi US$ 130 - US$ 150 per ton, sehingga masih berpotensi naik ke US$ 140 – US$ 150 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News