Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kemerosotan harga batubara sudah berlangsung dalam tujuh hari terakhir. Tekanan datang dari berbagai arah, memberikan gambaran masa depan harga batubara yang belum akan membaik.
Mengutip Bloomberg, Selasa (8/12), harga batubara kontrak pengiriman Januari 2016 di ICE Futures terkikis 0,56% menjadi US$ 52,35 per metrik ton dibandingkan dengan hari sebelumnya. Sepekan terakhir, harga merosot 1,96%.
Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures, menjelaskan, tekanan terbesar bagi batubara datang dari turunnya harga minyak dunia. Hal ini menjadi sinyal negatif bagi harga komoditas termasuk batubara.
"Keunggulan dollar AS dan anjloknya harga minyak membuat batubara tidak berkutik," jelas Wahyu. Permintaan batubara juga belum bisa diharapkan akan naik dalam waktu dekat, karena China sebagai konsumen terbesar masih bergelut dengan perlambatan ekonomi.
Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst Fortis Asia Futures, menambahkan, upaya Glencore Plc memangkas sekitar 75% produksinya pun tidak akan banyak membantu.
Produsen batubara terbesar asal Swiss ini akan memangkas produksi sekitar 2 juta metrik ton hingga 2,8 juta metrik ton dalam setahun mulai tahun 2016. "Permasalahan sekarang adalah minimnya permintaan," imbuh Deddy.
Alhasil, meski produksi dipangkas, pasokan barubara di pasaran tidak lantas jadi berkurang, karena memang tidak terserap pasar. Laporan International Energy Agency menyebut produksi batubara global di tahun 2014 mencapai 8.022,5 juta ton, turun sekitar 0,65% dibanding tahun 2013.
China masih menjadi produsen terbesar, yakni 3.747,5 juta ton (lihat tabel). Permintaan China Permintaan China bisa menjadi indikator pergerakan harga batubara. Impor batubara China November 2015 naik 16% menjadi 16,2 juta ton.
Namun, jika dihitung sejak awal tahun, impor China jatuh 29% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. "Selama pertumbuhan China lemah, harga-harga komoditas tambang, terutama batubara, akan terpuruk," kata Deddy.
Tidak hanya itu, Analis Bloomberg Michelle Leung bilang, pelemahan yen, yuan, aussie dan rupiah menjadi penyebab nilai impor batubara yang diperdagangkan dengan USD merosot signifikan. Secara teknikal, harga bergulir di bawah moving average (MA) 50, 100 dan 200 dengan tren bearish.
Garis moving average convergence divergence (MACD) minus 0,20 menandakan downtrend. Relative strength index (RSI) ada di level 34. Hanya stochastic yang overbought memberi peluang rebound.
Deddy memprediksi harga batubara Kamis (10/12) melemah di kisaran US$ 51,00–US$ 53,35 dan sepekan US$ 50,00–US$ 52,00 per metrik ton. Prediksi Wahyu harga batubara sepekan US$ 50,00–US$ 54,00 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News