Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Porsi lokal di surat berharga negara (SBN) bakal semakin gemuk seiring penerbitan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mewajibkan pelaku industri keuangan non bank (IKNB) berinvestasi pada surat berharga negara (SBN) dengan batas minimal tertentu.
Analis Capital Asset Management Desmon Silitonga memperkirakan aturan ini akan menekan porsi kepemilikan asing di SBN. Dus, bakal mengantisipasi terjadinya reversal.
"Target DJPPR porsi asing turun sampai 30% dari saat ini," ujar Desmon, Jakarta, Rabu (24/2).
Dia melanjutkan, dengan nilai outstanding asing di SBN per (17/2) sebesar Rp 591,07 triliun, maka dana asing yang harus dikurangi berkisar Rp 141 triliun. Nah, porsi tersebut berpeluang ditampung oleh investor lokal.
"Penurunan porsi asing hingga 30% membutuhkan waktu lama sekitar 2-3 tahun," ujar dia.
Dia memprediksi aturan ini belum akan berdampak terhadap susutnya dana asing di SBN. Porsi asing diramal masih akan berkisar 37%-39%.
"Untuk lokal masih didominasi perbankan dan diikuti asuransi dan dana pensiun," kata dia.
Namun, menurut dia, investor institusi tak akan serta merta mengalihkan dana kelolaannya ke SBN. Pasalnya, risiko pasar SBN lebih besar dibandingkan instrumen lain seperti deposito.
"Itu saja yang menjadi pertimbangan investor institusi," kata Desmon.
Kendati demikian, Desmon memperkirakan aturan ini tak akan berdampak terhadap apresiasi harga obligasi. "Sebab, pembentuk harga SBN sangat dipengaruhi oleh banyak faktor," ujar Desmon.
Sedangkan Analis Infovesta Utama Mark Prawirodidjojo mengatakan pemberlakuan aturan tersebut akan berdampak terhadap meningkatnya permintaan atas pasar obligasi. Porsi domestik diprediksi akan bertambah sehingga mengurangi pengaruh investor asing dalam pergerakan harga obligasi pemerintah.
"Dampak aturan terhadap pasar obligasi akan mulai terasa ketika industri keuangan non-bank sudah mempersiapkan strateginya sesuai dengan peraturan tersebut," ujar Mark.
Di sisi lain, hal tersebut mengakibatkan turunnya jumlah dana yang masuk deposito pada bank. Sehingga, tingkat likuiditas atau jumlah uang beredar di pasar akan berkurang.
"Meskipun risiko ini cenderung rendah apabila dana yang diperoleh pemerintah langsung dipergunakan untuk belanja negara atau pelaksanaan proyek-proyek pemerintah," kata Mark.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News