Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - CHICAGO. Perang perdagangan Amerika Serikat (AS)-China mengakibatkan kerugian miliaran dollar AS bagi kedua pihak pada tahun 2018. Perang dagang menghantam industri termasuk otomotif, teknologi dan yang terutama pertanian.
Kerugian tersebut mungkin yang memberi motivasi Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, untuk menyelesaikan sengketa tarif perdagangan sebelum batas waktu 2 Maret 2019, meskipun pembicaraan antara dua negara adidaya ekonomi itu masih bisa berubah.
Seperti dikutip Reuters, ekonom pertanian Universitas Purdue, Wally Tyner mengatakan ekonomi AS dan China masing-masing kehilangan sekitar US$ 2,9 miliar per tahun karena tarif impor dari China untuk kedelai, jagung, gandum, dan sorgum saja.
Perdagangan pertanian yang merugikan kedua belah pihak. Sebab, Cina adalah importir kedelai terbesar dunia dan tahun lalu mengandalkan AS untuk minyak biji senilai US$ 12 miliar.
China sebagian besar telah membeli kedelai dari Brasil sejak memberlakukan tarif 25% kedelai AS pada Juli 2018 sebagai balasan atas tarif impor AS atas barang-barang dari China. Lonjakan permintaan mendorong harga kedelai Brasil ke rekor tertetinggi di bursa berjangka AS di Chicago.
Total pengiriman ekspor pertanian AS ke China selama 10 bulan pertama tahun 2018 turun 42% menjadi sekitar US$ 8,3 miliar, menurut data Departemen Pertanian AS.
China memang memulai kembali pembelian kedelai dari AS pada awal Desember 2018, setelah gencatan senjata perdagangan yang disetujui pemimpin kedua negara selama KTT G20 di Argentina. Tetapi, China mempertahankan tarif impor 25% untuk minyak biji dari AS.
China juga menderita karena produk-produk seperti baterai ponsel terkena tarif impor dari AS, dan pelanggan mulai membeli dari negara lain.
Sebuah studi yang dilakukan Asosiasi Teknologi Konsumen menunjukkan akibat tarif impor AS untuk produk-produk impor China membuat biaya industri teknologi bertambah US$ 1 miliar per bulan.
Konflik perdagangan tersebut juga menekan perusahaan ritel, manufaktur, dan konstruksi AS yang harus membayar lebih untuk membeli logam dan barang lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News