Reporter: Dimas Andi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor asing tercatat melakukan aksi jual Surat Berharga Negara (SBN) pada awal September. Dua hal yang memicu aksi ini adalah volatilitas nilai tukar rupiah dan meningkatnya risiko investasi di negara-negara emerging market.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu, kepemilikan asing di SBN per 12 September berjumlah Rp 835,25 triliun. Angka ini turun Rp 20,54 triliun dari posisi di akhir Agustus lalu sebesar Rp 855,79 triliun.
Research Analyst Capital Asset Management, Desmon Silitonga mengatakan, tren penjualan obligasi yang dilakukan oleh investor asing mulai terlihat sejak awal September. Hal ini sejalan dengan fluktuasi kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Lihat saja, tengah pekan lalu rupiah sempat menyentuh level terendah yakni Rp 14.938 per dollar AS. Sedangkan dari awal tahun hingga hari ini, rupiah sudah terdepresiasi 9,48% terhadap dollar AS. “Depresiasi rupiah menjadi salah satu yang terbesar di kawasan Asia,” katanya, Kamis (13/9).
Kondisi kian buruk setelah beberapa negara emerging market seperti Argentina, Afrika Selatan, atau Venezuela dilanda krisis mata uang. Alhasil, persepsi risiko investasi atau Credit Default Swap (CDS) di negara-negara emerging market meningkat.
CDS Indonesia sendiri untuk tenor 5 tahun sempat bertengger di level 148,48 pada 5 September lalu yang merupakan level tertinggi di tahun ini.
Sentimen tersebut membuat investor asing terus mencatatkan net sell secara berturut-turut di pasar obligasi Indonesia hingga 12 September lalu, walau di periode yang sama rupiah sempat beberapa kali rebound. “Secara keseluruhan, negara-negara emerging market sedang dihindari oleh investor asing,” ujar Desmon.
Dia menilai, investor asing yang keluar dari pasar obligasi Indonesia mayoritas memiliki horizon investasi jangka pendek. Investor seperti itu memang dituntut untuk selalu mengejar keuntungan. Makanya, ketika gejolak melanda pasar obligasi domestik, investor tersebut tergolong sensitif dan rentan melakukan aksi jual.
Sebaliknya, investor asing berorientasi jangka panjang cenderung tetap berinvestasi di pasar obligasi Indonesia demi mendapat potensi untung yang optimal berkat tingginya yield Surat Utang Negara (SUN). Bahkan, SUN tenor 10 tahun sudah menembus level 8,47%.
Di sisi lain, Rio Ariansyah, Senior VP & Head of Investment Recapital Asset Management bilang, biar bagaimanapun yield SUN saat ini tak lagi atraktif walaupun berada di level yang tinggi. Pasalnya, volatilitas rupiah otomatis membuat pergerakan yield maupun harga SUN tidak stabil.
“Ujung-ujungnya minat investor asing untuk berinvestasi di pasar obligasi Indonesia menurun terlepas dari orientasi investasinya seperti apa,” ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News