Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Niat pemerintah menggenjot infrastruktur di tahun depan bakal berimbas positif terhadap emiten kawasan industri. Tak heran, emiten sektor ini berani menargetkan penjualan lebih tinggi. Seperti diketahui, tahun ini, penjualan lahan industri melambat, seiring perlambatan industri properti.
PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) salah satu yang optimistis pada kinerja tahun depan. Perusahaan membidik penjualan lahan industri seluas 60-65 hektare (ha).
Sonny Satia Negara, Head of Investor Relation and Corporate Finance SSIA mengatakan, tahun ini perusahaan diperkirakan hanya mampu menjual 22,8 ha lahan. Artinya, target tahun depan meningkat 185% dibandingkan tahun ini.
Di awal 2014, SSIA sebenarnya mematok penjualan lahan industri sebesar 65 ha. Lalu, target dipangkas menjadi 40 ha. Pasalnya, lahan industri milik perusahaan terus menciut tanpa ada penambahan lahan.
Hingga kuartal III-2014, perseroan hanya mampu menjual 22 ha lahan industri. Pencapaian ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni seluas 73,7 ha. Mengacu pencapaian kuartal III yang masih jauh dari target, Sonny memperkirakan, penjualan sampai akhir tahun ini hanya 22 ha. "Di kuartal IV belum ada penjualan baru. Jadi stagnan," ujarnya, Jumat (5/12).
Untungnya, SSIA masih sanggup meraup tambahan cuan dari kenaikan harga lahan industi. Catatan saja, harga jual lahan industri SSIA di kuartal I-2014 berkisar US$ 110 per meter persegi (m²). Harganya terus naik hingga mencapai US$ 134 per m² di kuartal tiga tahun ini.
Menurut Sonny, tahun depan lahan SSIA sudah lebih siap. Perusahaan sudah mengantongi izin lokasi lahan industri baru di kawasan Subang, Jawa Barat seluas 2.000 ha. Saat ini, SSIA tengah melakukan pembebasan lahan. Ia berharap, dengan kondisi ekonomi domestik mulai stabil bisa mendorong minat investor berinvestasi di lahan industri. "Demand akan semakin besar karena lahan sudah siap," ungkapnya.
Prospek lebih cerah
Wiliam Surya Wijaya, analis Asjaya Indosurya Securities. mengatakan, perlambatan penjualan lahan industri tahun ini lebih akibat banyak investor wait and see karena kondisi politik.
Belum lagi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan suku bunga acuan turut memperlambat penjualan di akhir tahun. "Selain itu ada pengetatan likuiditas di sektor properti," jelasnya.
Nah tahun depan, prospek emiten kawasan industri lebih cerah karena terbantu target pertumbuhan infrastruktur. "Optimistis suku bunga bisa diturunkan jadi membuat investor lebih siap," jelas William. Dari sejumlah emiten kawasan industri,
William menyukai PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) dan SSIA, karena diversifi kasi bisnis mereka. SSIA bisa menggenjot penjualan dari bisnis konstruksi. Sementara, KIJA diversifikasi bisnis, termasuk pembangkit listrik. Namun, Liliana S. Bambang, dalam riset 22 Oktober 2014, lebih merekomendasikan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) ketimbang BEST dan SSIA.
Menurutnya, SSIA dan BEST tidak memiliki suplai lahan yang cukup untuk calon pembeli yang menginginkan lahan di atas 5 ha. "Meski cadangan lahan BEST masih cukup, sebagian besar lokasi lahan tersebut tersebar," ujarnya.
Menurutnya, BEST dan SSIA bisa menjadi pilihan untuk trading, tetapi proyeksi laba perseroan bisa berlanjut turun tahun depan. Maka, ia merekomendasikan buy LPCK dengan target Rp 9.850 per saham.
Tahun depan, William merekomendasikan buy SSIA dengan target Rp 1.150 per saham. Lalu, KIJA, BEST, dan LPCK direkomendasikan hold dengan target masing-masing Rp 360, Rp 880, dan Rp 12.600 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News