Reporter: Grace Olivia | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menambah tarif impor terhadap China menjadi US$ 200 miliar dan guncangan pada perekonomian Turki dan Argentina menyulut kekawatiran pasar. Lantas. emas sebagai aset lindung nilai pun kembali menjadi incaran investor sehingga harganya perlahan mendaki.
Kendati demikian, Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menilai, kenaikan harga emas saat ini hanya berlangsung dalam jangka pendek. Selain masih dibalut sentimen kenaikan suku bunga The Federal Reserves dalam bulan ini, harga emas secara teknikal juga masih menunjukkan tren pelemahan.
Berdasarkan analisis Deddy, harga emas saat ini masih bergulir di bawah garis moving average (MA) 50, MA 100, dan MA 200. Indikator moving average convergence divergence (MACD) juga masih berada di zona negatif. "Keduanya mengindikasikan harga emas akan kembali melemah untuk jangka panjang," kata Deddy, Jumat (31/8).
Sementara, stochastic berada di level 64 dan menunjukkan peluang kenaikan harga. Namun, RSI masih berada di level 50 yang berarti netral. Menurut Deddy, penguatan akan berlanjut dalam pekan ini hingga data pekerja non-pertanian AS dirilis di akhir pekan. "Kalau data tersebut positif, di situ harga emas akan mulai terkoreksi lagi," pungkasnya.
Untuk itu, Deddy memproyeksi, harga emas pada perdagangan Senin (3/9), masih akan bergerak menguat pada kisaran US$ 1.198,90 - US$ 1.214,10 per ons troi. Sementara, Analis Monex Investindo Futures Faisyal memperkirakan harga pada level US$ 1.185 - US$ 1.220 per ons troi.
Dalam sepekan ke depan, Faisyal memprediksi harga akan bergerak cukup volatil dalam rentang US$ 1.160 - US$ 1.240 per ons troi. Adapun, prediksi Deddy harga berada di kisaran US$ 1.189,50 - US$ 1.218,00 per ons troi hingga akhir pekan nanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News