Reporter: Willem Kurniawan | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan lalu, 21 saham terindikasi sebagai saham gorengan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana jumlah tersebut masih bisa bertambah atau berkurang.
Satrio Utomo pengamat pasar modal menilai jika kemunculan saham gorengan karena market yang volume perdagangannya tidak terlalu besar. "Market kita masih berupa emerging market, dimana biasanya volume perdagangan tidak besar. Karena tidak besar, sehingga saham-saham yang ada banyak yang tidak liquid," kata Satrio, Senin (20/8)
Kecilnya liquiditas ini kemudian membuat orang terpaksa untuk menggoreng saham. Tujuannya untuk menaikkan liquiditas dan membawa harga saham tervaluasi lebih baik atau sekedar mencerminkan fundamental yang bagus.
"Jika liquiditas-nya bagus, investor tertarik untuk masuk. Jika sahamnya banyak ditransaksikan, bisa masuk lq45, dan para fund manager akan mengambil ke posisi itu" kata Satrio
Menurutnya ada banyak level dari menggoreng saham, salah dua diantaranya market kornering dan market making. Market kornering melakukan jual beli saham, seolah-olah banyak orang padahal dia sendiri dan membuat harga saham berubah dan membuat orang lain menjadi rugi.
Lalu market making dengan tujuan tertentu, kadang-kadang dilakukan ketika initial public offering (IPO), sehingga harga tidak terlalu memalukan. Namun ada aturan batas waktu untuk aturan tersebut, namun sering kali diabaikan karena harga saham tak kunjung bagus.
Otoritas baik itu bursa dan OJK bisa mengawasi ini dan mengaudit ke sumber masalah. Karena sekarang serba online, bisa ditelusuri siapa yang melakukan transaksi, aliran dana bahkan inveator yang tidak sesuai dengan list profil.
Unusual Market Activity lebih kearah menjaring saham-saham yang cenderung besar dan mengalami kenaikan signifikan. "Kadang-kadang yang dikejar itu emitennya, yang sebenarnya terkadang tidak tahu apa-apa. Harusnya yang ditelusuri transaksi saham tersebut. Bisa dilakukan orang yang punya modal banyak, atau bisa juga dilakukan secara berkelompok" tambah Satrio
Terkadang masalah hanya sampai di OJK lalu menghilang, karena gorengan saham ini dianggap masalah abu-abu. Sehingga aturan juga perlu dibuat dengan jelas merinci defenisi-defenisinya.
Bursa dan OJK juga perlu melakukan kontrol terhadap channel-channel informasi dan analis-analis saham. Bursa dan OJK perlu melakukan tindakan tegas atas pelaku saham gorengan, namun sebelum itu perlu ada keberpihakan pada investor dan transparansi.
"Penggoreng saham kan juga investor, intinya mereka harus berada di pihak yang benar. Jangan sampai pemodal besar merugikan pemodal kecil juga sebaliknya," kata Satrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News