Reporter: Umi Kulsum | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Jumlah penerbitan sukuk korporasi masih minim. Merujuk data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) sejak awal tahun hingga April 2017 ini, total penerbitan sukuk korporasi baru mencapai Rp 2,57 triliun.
Nominal tersebut jauh tertinggal ketimbang penerbitan obligasi korporasi konvensional yang mencapai Rp 33,41 triliun di periode yang sama.
Namun, jika dilihat sepanjang empat bulan tahun 2016 lalu, jumlah penerbitan sukuk korporasi hanya mencapai Rp 100 miliar. Artinya, meski penerbitan sukuk korporasi terbilang mini, namun mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Analis IBPA, Lili Indarli berpendapat ada dua faktor yang mempengaruhi masih minimnya penerbitan sukuk korporasi ketimbang obigasi korporasi konvensional.
Pertama, rendahnya likuiditas sukuk korporasi yang biasanya dikompensasi dengan level kupon yang lebih tinggi sehingga mendorong tingginya cost of funds (CoF).
"Perusahaan atau emiten cenderung melakukan refinancing dengan tipe obligasi yang sama sehingga suplai-nya terbilang minim," paparnya.
Kedua, kurangnya pemahaman korporasi terkait underlying asset yang juga turut mempengaruhi minimnya korporasi di awal tahun ini.
Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menjelaskan, minimnya korporasi dalam menerbitkan sukuk bukan disebabkan oleh regulasi yang terbilang sulit.
Hanya saja, Made memperkirakan ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga menahan korporasi untuk menerbitkan sukuk di awal tahun ini.
Misalnya saja, Made menjelaskan seperti korporasi harus memisahkan antara pendapatan halal dan non halal. Otomatis, perseroan harus menambah orang khusus untuk memantau demi penuhi persyaratan tersebut.
"Dengan syarat itu kemungkinan prosesnya lumayan lama, sehingga korporasi butuh pertimbangan lagi untuk menerbitkan sukuk," terangnya.
Padahal, Made melihat dari segi demand terbilang tinggi. Misalnya saja seperti industri keuangan syariah yang membutuhkan instrumen jenis ini baik dari perbankan maupun non perbankan.
"Hanya suplai-nya saja yang kurang, secara demand masih cukup besar," tukas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News