Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memasarkan sukuk negara ritel (sukri) mulai 21 Februari hingga 16 Maret 2018 mendatang. Penerbitan ini merupakan salah satu bagian dari pembiayaan untuk menutup defisit anggaran dalam APBN 2018.
Tahun 2017, pemerintah hanya berhasil menjual sukri seri SR-009 senilai Rp 14,03 triliun atau sekitar 70,15% dari target indikatif sebesar Rp 20 triliun. Rendahnya penjualan sukri di tahun lalu sejalan dengan rendahnya imbal hasil yang ditawarkan, yaitu sebesar 6,9%.
Sebab tahun 2016, imbal hasil seri SR-008 yang ditawarkan pemerintah mencapai 8,3%. Saat itu, penjualannya mencapai Rp 31,5 triliun atau Rp 1,5 triliun lebih tinggi dari target indikatif.
Ekonom Bank Central Asial (BCA) David Sumual mengatakan, kondisi likuiditas awal tahun ini masih baik. Namun ia memproyeksi, penjualan sukri 2018 bisa jadi tidak jauh berbeda dengan tahun 2017 jika imbal hasil yang ditawarkan tetap rendah.
"Tahun ini saya pikir masih tergantung dengan imbal hasil. Sebab likuiditas relatif bagus. Dana pihak ketiga (DPK) tahun lalu tumbuhnya lebih tinggi dari kredit," kata David kepada KONTAN, Selasa (13/2).
David melanjutkan, segmentasi investor sukri mirip dengan deposito. Namun, pemahaman masyarakat mengenai pajak deposito yang lebih tinggi dibanding pajak sukri, dinilai David masih minim.
Hal itu tercermin dari penerbitan sukri 2017, di mana masyarakat tetap memilih deposito dibanding sukri meski besaran antara bunga deposito dan imbal hasil sukri tahun lalu tidak jauh berbeda.
Oleh karena itu, "Pemerintah masih perlu sosialisasikan ke masyarakat mengenai pajaknya (pajak deposito lebih tinggi pajak dibanding sukri)," tambah David.
David juga menilai, pemerintah sebaiknya konservatif dalam menetapkan target indikatif penerbitan sukri saat suku bunga rendah seperti saat ini. Misalnya, hanya Rp 15 triliun. Saat suku bunga rendah kata David, masyarakat lebih memilih instrumen investasi rendah risiko berupa deposito lantaran lebih praktis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News