Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan yield surat berharga negara (SBN) bakal turun tahun depan. Hal ini karena penerbitan SBN tahun 2026 diproyeksi meningkat.
Chief Economist Pefindo Suhindarto memperkirakan penerbitan SBN tahun 2026 akan relatif lebih tinggi dibanding tahun 2025 karena dua hal. Pertama, defisit APBN yang mengalami pelebaran. Kedua, surat utang jatuh tempo yang meningkat dibandingkan tahun 2025.
Sehingga jika melihat di APBN di tahun depan sendiri target penerbitan SBN bisa mencapai Rp 1.585 triliun. Jumlah itu terdiri dari penerbitan SBN yang diperkirakan mencapai Rp 749,19 triliun dan surat utang jatuh tempo senilai Rp 836,2 triliun. Nilai itu lebih tinggi dibandingkan target 2025 yang secara bruto di Rp 1.342 triliun.
“Kami melihat kalau di tahun depan penerbitan (SBN) dari pemerintah akan relatif cukup tinggi, tapi dengan permintaan dari domestik yang masih bisa menjadi buffer yang kuat untuk menyerap penerbitan dari pemerintah, yield nya masih akan cenderung terus mengalami penurunan,” ujar Suhindarto saat dikonfirmasi Kontan, Jumat (19/12/2025).
Baca Juga: Penerbitan SBN Ritel Tahun 2026 Diproyeksi Meningkat
Suhindarto memperkirakan yield ke depan masih akan melanjutkan penurunan seiring dengan suku bunga acuan yang masih berpotensi diturunkan kembali. Pefindo melihat Bank Indonesia (BI) masih punya ruang pemangkasan meski di tahun ini telah melakukan pemangkasan suku bunga 125 bps.
“Tahun depan bisa jadi rentang suku bunga acuannya akan bergerak diantara 4%, 4,25%, sampai 4,5%, dengan asumsi kedepannya The Fed masih akan menurunkan suku bunganya satu kali lagi,” terang Suhindarto.
Selain itu, Suhindarto menilai pasar surat utang pemerintah masih memiliki daya tarik karena peringkat sovereign Indonesia masih terus stabil di BBB dan imbal hasil yang tidak kalah dari negara peers di Asia.
Suhindarto meyakini jika pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik lagi, premi risikonya mengalami penurunan, dan investor asing melihat bahwa prospek di pasar obligasi akan lebih baik, maka bukan tidak mungkin bahwa yield SBN bisa terus mengalami penurunan.
“Dari sisi yield SBN 10 tahun, Pefindo berpandangan rentangnya antara 5,6% sampai 6,2% dengan titik tengah di 5,9%,” ucap Suhindarto.
Suhindarto juga memproyeksikan dana asing di pasar obligasi masih akan terus masuk ke negara berkembang, termasuk salah satunya ke Indonesia. “Kami melihat bahwa investor asing masih bisa masuk ke pasar obligasi kita,” terang dia.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, strategi investasi obligasi di saat ketidakpastian masih tinggi, pendekatan yang lebih seimbang umumnya menggabungkan porsi SBN tenor pendek untuk menjaga likuiditas dan fleksibilitas. Serta porsi tenor menengah untuk menangkap penurunan suku bunga tanpa volatilitas setinggi tenor panjang.
“Investor yang aktif dapat memanfaatkan fase penurunan imbal hasil untuk realisasi keuntungan bertahap, lalu menunggu peluang masuk kembali ketika pasar terkoreksi, sementara investor yang lebih konservatif dapat fokus pada seri yang lebih sesuai untuk ditahan hingga jatuh tempo,” ujar Josua kepada Kontan, Jumat (19/12/2025).
Baca Juga: Net Sell Asing di SBN Berlanjut Dipicu Sentimen The Fed dan Inflasi Domestik
Josua menambahkan, dalam semua strategi, kunci pemantauannya tetap sama. Yakni stabilitas rupiah dan arus dana asing, arah inflasi domestik, sinyal BI terkait prioritas stabilitas. Serta perkembangan pembiayaan APBN dan lelang SBN. Karena faktor faktor inilah yang menentukan apakah penurunan suku bunga benar benar diterjemahkan pasar menjadi penurunan imbal hasil yang berkelanjutan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Suminto mengatakan, sejak triwulan IV – 2025, Kemenkeu meningkatkan penerbitan surat perbendaharaan negara (SPN). Tujuannya adalah untuk mengembangkan pasar uang, pendalaman pasar, dan sekaligus membangun manajemen kas pemerintah yang lebih efisien.
“Sehingga ke depan tahun 2026 kami akan meningkatkan penerbitan SPN, SPN syariah (SPNS) dengan tenor dibawah 1 tahun, termasuk kami sudah mulai melengkapi tenornya sejak kuartal IV – 2025. Mulai dari tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan,” ujar Suminto dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (18/12/2025).
Suminto menambahkan, dengan upaya tersebut, pemerintah memiliki fleksibilitas yang lebih baik untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan manajemen yang efisien dengan saldo kas yang efisien. “Pada saat yang bersamaan market memiliki instrument yang lengkap, yang dibutuhkan oleh investor. Khususnya SPN, SPNS juga untuk strategi treasury operation,” terang Suminto.
Selanjutnya: Asuransi Takaful Umum Dukung OJK Wajibkan Asuransi Bencana
Menarik Dibaca: Dana Transaksi Tidak Sesuai? Ini Cara Mudah Atur Selisih Pencairan Dana Merchant
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













