kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemilu Malaysia tak berefek bagi pasar modal Indonesia


Kamis, 10 Mei 2018 / 23:05 WIB
Pemilu Malaysia tak berefek bagi pasar modal Indonesia


Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemilihan umum Perdana Menteri Malaysia telah dilangsungkan hari Rabu (9/5) dengan hasil mencengangkan, yakni terpilihnya Mahathir Mohammad sebagai Perdana Menteri, mengalahkan Najib Razak.

Sebagai negara tetangga, tentu ada kemungkinan Indonesia terpengaruh oleh hasil pemilu ini, mengingat pemerintahan baru tentunya akan memiliki kebijakan ekonomi berbeda yang pastinya akan berpengaruh terhadap hubungan politik-ekonomi dengan negara-negara di kawasannya.

Namun, apakah hasil pemilu ini bakal mempengaruhi pasar modal Indonesia secara langsung, terutama bagi emiten-emiten yang ada kaitannya dengan Malaysia? Jawabannya menurut Kepala Riset Narada Kapital Indonesia, Kiswoyo Adi Joe adalah tidak ada.

Menurutnya, tidak mungkin emiten-emiten yang ada kaitannya dengan Malaysia, seperti PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) atau PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) akan menarik diri manakala ada pergantian kepemimpinan di pucuk pemerintahan Malaysia. Bagi investor yang berasal dari Malaysia pun tidak akan melakukan net sales berdasarkan hasil pemilu.

Keputusan investasi dipandang Kiswoyo akan lebih bergantung dari sentimen-sentimen ekonomi di tempat investasi tersebut ditanamkan. Kalaupun ada sentimen dari eksternal yang mampu mengubah keputusan investor, utamanya tentu yang bersifat global.

“Pemilu Malaysia tentu urusan internal dalam negeri Malaysia, untuk investasi ke luar tidak ada efeknya. Tidak mungkin pemerintahan baru memerintahkan perusahaan Malaysia untuk angkat kaki dari negara lain, itu kan malah merugikan,” ujar Kiswoyo, Kamis (10/5).

Menurutnya, yang mungkin bisa terjadi adalah jika kebijakan pemerintah baru Malaysia mempersempit ruang gerak ekspansi perusahaan-perusahaan Malaysia dalam berekspansi ke luar negeri, namun investasi yang sudah berjalan, baik dalam bentuk anak usaha maupun joint venture di luar negeri tetap akan berjalan. Namun, ini kemungkinan yang sangat kecil akan terjadi, mengingat investasi luar negeri Malaysia menguntungkan negeri jiran tersebut.

Untuk sektor sawit juga demikian. Hasil pemilu Malaysia juga tidak akan berefek bagi emiten-emiten sawit Indonesia. Justru dari sawit ini malah mungkin pemerintahan baru Malaysia bergabung dengan Indonesia untuk menentang penolakan Uni Eropa terhadap produk-produk sawit.

“Selama ini kan yang terang-terangan menentang adalah Indonesia, jadi nanti kalau Malaysia bisa bergabung ikut menentang ya malah bagus bagi sawit. Uni Eropa kan pasti berpikir dua kali melawan dua negara penghasil CPO terbesar di dunia,” ujar Kiswoyo.

Pendapat senada diungkapkan oleh analis Paramitra Alfa Sekuritas, William Siregar. Menurutnya pengaruh hasil Pemilu Malaysia tidak terlalu signifikan terhadap pasar modal Indonesia. Kebijakan menarik investasi dirasa William juga tidak mungkin dilakukan oleh pemerintahan baru Malaysia, karena memang bukan pilihan yang tepat.

Untuk industri atau emiten sawit juga demikian, tidak akan ada dampak signifikan antara Pemilu Malaysia dengan kinerja sawit Indonesia. Sebab, tantangan eksternal industri sawit masih akan berkutat pada upaya Uni Eropa yang melakukan boikot terhadap produk-produk CPO Indonesia.

Soal sawit ini William merasa jika pemerintahan baru Malaysia lebih vokal menentang boikot Uni Eropa terhadap CPO, maka akan sama-sama menguntungkan, baik bagi Malaysia juga bagi Indonesia. Menurutnya, baik Indonesia maupun Malaysia tetap akan menentang boikot CPO dari Uni Eropa, diluar alasan sebelum atau sesudah masalah pemilu Malaysia atau siapapun pemimpin nya karena ini masalah bersama.

“Makanya saya rasa dampaknya ke industri CPO Indonesia tidak terlalu signifikan. Malah justru bagus kalau dua negara ini bergabung menentang Uni Eropa,” ungkap William.

Baik Kiswoyo maupun William mengungkapkan, yang menjadi fokus perhatian pelaku pasar saat ini bukanlah hasil pemilu Malaysia, melainkan seperti apa keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG-BI) yang akan dilangsungkan tanggal 16 Mei nanti.

Yang mempengaruhi IHSG sebenarnya cuma dua, yakni Dow Jones dan nilai tukar rupiah. Untuk nilai tukar rupiah menurutnya akan kembali bergantung pada keputusan tingkat suku bunga dari BI atau BI 7 Days Repo. “Jika rupiah keteteran ya pasar modal kita ya masih dalam tekanan,” kata Kiswoyo.

Menurutnya, sekarang ini pasar sedang menunggu legacy dari Gubernur BI, Agus Martowardojo dan Gubernur yang baru seperti apa kebijakan nantinya. Perubahan kebijakan mungkin cepat, terutama menyangkut naik-turunnya BI 7 Days Repo, semuanya dikatakan Kiswoyo sesuai situasi dan kondisi. Jika nanti Bi menaikkan suku bunga dan kemudian rupiah stabil serta dollar AS tidak melanjutkan penguatan tentu akan ada kemungkinan untuk diturunkan.

Jika keputusan kenaikan suku bunga yang dilakukan di RDG nanti mampu mestabilkan rupiah maka bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG.

Ke depan Kiswoyo mengungkapkan bahwa ia optimis IHSG di akhir tahun masih bisa ke 6.800. Namun untuk menuju ke arah tersebut, IHSG harus bisa menembus level psikologis 6.000 dan kemudian ke level berikutnya, 6.500. Tapi, sebelum mencapai ke level 6.500 ada garis tengah 6.250.

William pun sepakat. Menurutnya, fokus saat ini ada pada RDG, dengan fokus utama di tengah rupiah sudah tertekan di level 14.000, berapa poin yg akan BI naikan, apakah 25 bps atau 50 bps. Jika BI menaikkan suku bunga maka dalam jangka pendek IHSG bisa tertekan.

“Namun, kalau kenaikan suku bunga ini mampu membawa kestabilan bagi nilai tukar rupiah, maka dalam mid and long term IHSG bisa kembali menemukan pijakan untuk terus naik,” ujar William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×