Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Investor surat utang ritel bakal memiliki lebih banyak pilihan instrumen investasi. Setelah berencana menerbitkan saving bond ritel pada tahun ini, pemerintah kini menggodok rencana penerbitan saving sukuk ritel.
Sesuai namanya, saving sukuk ritel adalah surat utang syariah jenis ritel yang sifatnya tidak berbeda jauh dengan saving bond. Asal tahu saja, saving bond merupakan surat utang pemerintah jenis ritel yang terbit perdana pada tahun ini. Minimal investasi senilai Rp 5 juta dan harus dipegang hingga masa jatuh tempo selama dua tahun.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kemenkeu Suminto mengatakan, penerbitan saving sukuk ritel merupakan konsistensi pemerintah mendalami pasar investor surat utang domestik. Menurutnya, nilai emisi surat utang ini diperkirakan sekitar Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun, dengan tenor dua tahun. “Rencananya, kami membuka peluang untuk agen penjual baru, selain bank dan sekuritas,” ujar Suminto.
Menurutnya, selama ini, penikmat efek obligasi ritel merupakan nasabah prioritas dengan kekuatan modal tinggi. Suminto mencontohkan, pembeli Obligasi Negara Ritel (ORI) nominalnya bisa mencapai Rp 500 juta per orang. Meskipun secara aturan memang diperbolehkan.
Nah, untuk mengatasi kondisi tersebut, saving sukuk direncanakan bisa dijual di Pegadaian maupun kantor pos. Suminto berharap, dengan perluasan agen penjual tersebut, saving sukuk benar-benar bisa dinikmati oleh investor ritel. “Sehingga benar ada pembeli yang beli saving sukuk cuma sebesar Rp 5 juta sesuai aturan,” ujar Suminto.
Namun, rencana penerbitan ini masih terkendala aturan pengadaan agen penjual obligasi negara ritel. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 42/PMK.08/2014 menyatakan, agen penjual obligasi negara ritel adalah perusahaan efek atau bank. “Karena harus membuat aturan baru, maka kami rencanakan, saving sukuk ini baru bisa terbit pada tahun 2016,” ungkap Suminto.
Global Markets Financial Analyst Manager Bank Internasional Indonesia Anup Kumar menilai, rencana perluasan agen penjual saving sukuk harus dibarengi dengan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di Pegadaian maupun kantor pos. “Itu sulit. Sekarang karyawan bank di Indonesia Timur saja sulit menjelaskan obligasi. Padahal mereka agen penjual resmi obligasi ritel,” ujarnya.
Menurut Kumar, ketimbang memperluas agen penjual, sebaiknya pemerintah fokus pada perluasan edukasi masyarakat. Bisa saja pemerintah memaksa agen penjual berupa bank dan sekuritas melakukan sosialisasi di wilayah yang masyarakatnya belum mengenal instrumen obligasi.
"Faktanya, pembeli obligasi ritel mayoritas dikuasai Jakarta, karena edukasinya di sini,” tukas Kumar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News