Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) memperoleh kinerja yang menurun pada semester pertama 2025. Meski begitu, prospek kinerja di semester II – 2025 diperkirakan akan ditopang dari kinerja segmen properti.
SSIA membukukan pendapatan sebesar Rp 2,11 triliun per semester I – 2025. Ini turun 9,8% dari Rp 2,34 triliun pada semester I – 2024. Pendapatan segmen properti sebesar Rp 338,7 miliar, naik 20% dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year/YoY) sebesar Rp 282,2 miliar.
Sementara itu, segmen konstruksi mencatatkan pendaatan Rp 1,70 triliun, naik 6,2% YoY dibandingkan dengan semester I 2024 yang sebesar Rp 1,60 triliun. Adapun segmen perhotelan tetap lesu di semester I – 2025 dengan raihan Rp 215,6 miliar.
Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata mengatakan, kinerja SSIA pada semester II – 2025 berpeluang membaik karena monetisasi lahan Subang Smartpolitan yang ditargetkan dikejar di kuartal III dan kuartal IV 2025.
Manajemen SSIA menyebut pada semester I – 2025 baru tercapai 13,1 hektar (ha) atau 9,5% dari target 137 ha. Namun manajemen tetap optimistis.
Baca Juga: Surya Semesta Internusa (SSIA) Incar Laba dari Kawasan Subang
“Pemangkasan BI-Rate ke 5,00% menjadi penopang iklim investasi,” ujar Liza kepada Kontan, Kamis (28/8).
Liza melihat penopang laba SSIA di semester II adalah penjualan lahan industri Subang sebagai motor utama, konstruksi via anak usahanya PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) menambah pendapatan, tercatat kontrak baru NRCA pada semester pertama sekitar Rp 1,42 triliun atau 40,6% dari target tahunan. Sementara hospitality memberi recurring income (pendapatan berulang).
Adapun, tantangan yang dihadapi SSIA antara lain eksekusi/pembebasan lahan dan daya saing menarik foreign direct investment (FDI) dengan negara tetangga. Riset lintas-negara menunjukkan stabilitas politik/ketenangan kerja berkorelasi positif dengan arus FDI. Gejolak sosial berpotensi menjadi perception risk.
“Sentimen yang perlu dipantau, arus FDI pasca revisi tarif AS ke Indonesia menjadi 19% (konteks perdagangan global), progres akses Patimban (tol & pelabuhan) yang memperkuat daya tarik Subang, serta kelanjutan siklus pelonggaran BI rate,” jelas Liza.
Rizal Rafly, Analis Ajaib Sekuritas dalam risetnya 21 Agustus 2025 mengatakan, konektivitas tetap menjadi kunci daya saing Subang. Jalan tol Cipali–Patimban sepanjang 37 km telah ditunda hingga kuartal pertama 2027.
Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, SSIA akan menyediakan pintu keluar sementara KM88 Cipali pada akhir 2025 untuk mendukung percepatan pembangunan BYD. Pelabuhan Patimban Fase 1-2 sedang berlangsung akan memperluas kapasitas menjadi sekitar 800 ribu kendaraan dan lebih dari 2 juta TEUs pada tahun 2026 – 2027.
Lokasi Subang yang hanya 40 km dari Patimban, 70 km dari Bandara Kertajati, dan 86 km dari Bandung, menawarkan logistik yang hemat biaya bagi penyewa, terutama setelah akses infrastruktur penuh terjamin.
Kiwoom Sekuritas merekomendasikan wait and see saham SSIA dengan target harga Rp 2.540 per saham.
Sedangkan Ajaib Sekuritas merekomendasikan buy saham SSIA dengan target harga Rp 3.200 per saham. Ini karena visibilitas pertumbuhan didukung oleh peran Subang sebagai pusat EV (electric vehicle) dan ekspor, divalidasi oleh komitmen BYD dan didukung oleh meningkatnya minat dari pusat data dan elektronik.
Jaringan anak usaha SSIA yakni PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) yang tangguh dan pemulihan perhotelan premium semakin mendukung stabilitas pendapatan. Risiko utamanya antara lain penyerapan lahan yang lebih lambat, keterlambatan infrastruktur, dan pelemahan perhotelan yang berkepanjangan.
Selanjutnya: Akar Masalah Harga Beras Tak Kunjung Turun Menurut Perpadi
Menarik Dibaca: Fitur Baru Instagram yang Bikin Seru, Begini Cara Menggunakan Linked Reels
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News