Reporter: Dina Farisah | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Menutup akhir bulan Februari lalu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat. Jumlah cadangan minyak di Cushing, Oklahoma yang menurun mengangkat harga minyak.
Harga kontrak minyak WTI untuk pengiriman April 2014 di New York Mercantile Exchange, akhir pekan lalu, naik 0,18% menjadi US$ 102,59 per barel. Dibanding pekan sebelumnya, harga minyak sudah naik 0,38%. Bahkan, selama Februari 2014, harga minyak WTI telah menanjak 5,2%.
Cadangan minyak di Cushing turun menjadi 34,8 juta barel pada minggu lalu. Laporan Departemen Energi AS, Energy Information Administration (EIA) menyebutkan, cadangan minyak ini merupakan yang terendah sejak 18 Oktober 2013. "Cadangan Cushing lebih kecil dan itu akan membuat harga minyak bullish," ujar Michael Lynch, Presiden Energi Strategis dan Riset Ekonomi di Winchester, Massachusetts, seperti Bloomberg.
Ariston Tjendra, Head of Research & Analysis Division PT Monex Investindo Futures menjelaskan, dalam grafik harian, harga minyak telah bertahan di level US$ 100-US$ 103 selama delapan hari terakhir. Menurut dia, harga minyak sedang memasuki tahap konsolidasi karena belum sanggup ditutup di US$ 103 per barel. "Cuaca dingin dan data AS yang negatif masih menahan harga minyak di atas US$ 100," ujar Ariston.
Data ekonomi AS yang buruk itu antara lain: produk domestik bruto (PDB) AS di kuartal IV 2013 yang hanya tumbuh 2,4%, lebih rendah dari estimasi para analis yakni sebesar 2,6%. Ini menimbulkan spekulasi, ekonomi AS melambat sehingga permintaan minyak akan turun.
Tunggu data baru
Nizar Hilmy, analis PT SoeGee Futures menambahkan, data PDB AS yang tak sesuai harapan itu tidak memukul harga minyak secara langsung. Data itu justru akan berimbas langsung pada dollar AS. Jika dollar AS melemah, buntutnya akan membuat harga minyak terkoreksi. Sebaliknya, apabila dollar AS tetap stabil, harga minyak masih melanjutkan konsolidasi dan bergerak stabil di level US$ 102 per barel.
Menurut Nizar, pasar sedang menunggu momentum untuk menggerakkan harga minyak. Sebab, data ekonomi yang ada belum kuat membentuk harga baru. Namun, Nizar melihat, kenaikan harga minyak semakin terbatas.
Sebab, reli minyak sudah lama. "Pasar belum menemukan alasan untuk menjatuhkan harga minyak. Di sisi lain, kenaikan harga juga tersendat karena ekspektasi berakhirnya musim dingin di AS," ungkap dia.
Analis memproyeksikan, harga minyak di pekan ini akan dipengaruhi oleh beberapa data lain yang akan terbit pekan ini. Di antaranya data manufaktur Eropa dan AS. Apabila data ini memburuk, harga minyak rawan tekanan.
Nizar memprediksi, harga minyak sepekan ke depan akan bergerak di US$ 100-US$ 104 per barel. Ariston menduga, harga minyak di US$ 101-US$ 103,80 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News