Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Di tengah anjloknya harga batubara, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) mengintip peluang bisnis lain. Anak usaha Grup Sinarmas ini mulai serius menggarap bisnis multimedia. Caranya, DSSA membentuk perusahaan patungan dan menyertakan modal di perusahaan start up seperti pengembangan twitcasting, jasa internet, fiber optic dan e-commerce.
DSSA perlu menyiasati bisnisnya lantaran kinerja emiten ini cukup mengecewakan. Pada kuartal I 2014, laba DSSA ambles 76,53% year-on-year (yoy) menjadi US$ 1 juta. Pendapatannya masih naik 17,47% (yoy) menjadi US$ 160,95 juta. DSSA memang sudah tak melakukan eksplorasi batubara sejak tahun lalu.
Analis Mega Capital Helen Vincentia menilai wajar DSSA melakukan diversifikasi usaha dan terjun ke bisnis multimedia. Pasalnya, harga batubara tak kunjung membaik.
Analis Batavia Prosperindo Sekuritas Arandi Nugraha memprediksi prospek harga batubara masih tak terlalu bagus dalam beberapa waktu ke depan. Apalagi, industri di negara maju sudah melakukan peralihan pada energi yang lebih bersih. Misalnya gas, bioenergi, tenaga angin, maupun tenaga surya. Jikapun ada permintaan batubara, biasanya berasal dari negara berkembang seperti Indonesia dan India. Ini karena pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) biasanya lebih murah dibandingkan gas.
Arandi memperkirakan, harga batubara di akhir tahun ini di rentang US$ 70 sampai US$ 72 per ton. “Dalam jangka panjang lima tahun sampai enam tahun belum ada tanda-tanda rebound,” ungkap dia.
Sedangkan Helen menilai, di era sekarang perusahaan start up yang dikelola dengan baik akan membawa kesuksesan dan dapat menjadi salah satu sumber kekayaan bagi pemiliknya. Nah, bisnis multimedia ini bisa berdampak luar biasa besar jika memiliki potensi yang menjanjikan.
Menurut Arandi, jika DSSA masuk ke multimedia untuk pasar ritel seperti aplikasi smartphone, maka pengaruhnya terhadap bisnis bisa signifikan. Sebab saat ini ekspektasi pada perusahaan berbasis telekomunikasi cukup besar.
Tapi Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mengingatkan DSSA baru saja merintis perusahaan start up. Dus, kontribusinya belum terlihat. Setidaknya, dia memperkirakan peralihan bisnis ini bisa mempengaruhi kinerja DSSA pada tahun depan.
Menurut Reza, bisnis multimedia yang banyak menggunakan teknologi informasi biasanya memiliki proses intergrasi yang agak lama. Apabila seluruh integrasi berjalan lancar, Reza memperkirakan bisnis multimedia dapat berkontribusi 10%-15% terhadap total pendapatan DSSA.
Saham DSSA yang beredar di publik mencapai 40,1%. Namun karena tak likuid, Reza melihat imbasnya terhadap pergerakan saham ini tak terlalu besar. Jika para pemegang saham melihat pergerakan DSSA yang berkelanjutan dan membuat harganya naik, barulah para pemodal mau memasang posisi beli.
Harga DSSA stagnan di posisi Rp 12.900 per saham. Memprediksi harganya mendatar sampai akhir 2014, Reza dan Arandi merekomendasikan hold saham DSSA. Adapun Helen merekomendasikan neutral.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News