Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hari ini, Rabu (6/7), rupiah akhirnya kembali menembus level Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah di pasar spot sempat bergerak ke area Rp 15.039 per dolar AS atau level tertinggi sejak awal Mei 2020 silam. Namun, pada penutupan perdagangan, rupiah mempersempit pelemahan dan ditutup di Rp 14.994 per dolar AS.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual melihat pelemahan rupiah tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Walaupun menembus level psikologis Rp 15.000, secara persentase pelemahan rupiah tidaklah terlalu signifikan. Pasalnya, dengan penguatan dolar AS saat ini, pelemahan mata uang merupakan hal yang wajar.
“Jika dilihat, secara persentase, pelemahan rupiah itu hanya sekitar 3% (mom), sementara mata uang peers itu bisa lebih dari 7%. Jadi rupiah malah tergolong solid jika dibandingkan dengan mata uang lainnya,” kata David kepada Kontan.co.id, Rabu (6/7).
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.015 pada Rabu (6/7)
David menyebut, solidnya rupiah tidak terlepas dari fundamental Indonesia yang masih cukup solid. Mulai dari data internal balance yang bagus, lalu inflasi juga masih relatif terjaga. Di satu sisi, harga minyak dunia mulai mengalami penurunan sementara harga batubara masih tetap tinggi.
Hal tersebut akan membuat penerimaan ekspor masih akan tetap tinggi, tapi ada potensi pengeluaran impor yang lebih rendah. Dengan demikian, ke depan diekspektasikan trade balance Indonesia masih akan tetap solid dan likuiditas valas di dalam negeri juga masih berlimpah.
Menurut David, jika mempertimbangkan kondisi pasar saat ini yang penuh tekanan eksternal, kisaran Rp 15.000 per dolar AS saat ini masih merupakan level yang wajar untuk nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, dia juga melihat saat ini Bank Indonesia belum perlu melakukan manuver ataupun operasi pasar untuk menjaga nilai tukar rupiah.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Teknikal Rebound, Saham Energi dan Perbankan Ini Bisa Dilirik
“Tapi yang terpenting, rupiah harus dijaga volatilitasnya, tidak masalah melemah, asal jangan overshoot, karena ini pengaruhnya ke confidence pelaku pasar,” imbuh David.
Namun, dia mengingatkan salah satu yang patut diperhatikan adalah perbedaan antara suku bunga dolar di perbankan di Indonesia dengan perbankan di luar negeri. Pasalnya, saat ini LPS rate masih berada di 0,25%, sementara bank luar negeri sudah cenderung mengikuti Fed Rate.
Jika terus berlanjut, David menilai bukan tidak mungkin para pemilik dolar AS akan lebih memilih menyimpan uang mereka di bank luar, alih-alih di bank dalam negeri. Jika terus berlanjut, pada akhirnya bisa memengaruhi likuiditas valas di dalam negeri.
Dengan berbagai sentimen tersebut, dia meyakini rupiah pada akhir tahun akan berada di Rp 15.000 per dolar AS-Rp 15.200 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News