Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pelemahan rupiah diprediksi berimbas pada sederet emiten di LQ45, terutama pada emiten yang memiliki utang dalam dolar Amerika Serikat (AS).
Seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang memiliki utang obligasi per 30 Juni 2023 dalam dolar AS yang jika dirupiahkan senilai Rp 41,32 triliun. Selain itu, terdapat utang usaha ICBP dalam dolar AS senilai US$ 13,5 juta atau Rp 203 miliar.
Utang bukan usaha dalam dolar AS senilai US$ 13,97 juta atau Rp 210 miliar dan utang jangka panjang dalam dolar AS senilai US$ 2,75 miliar atau Rp 41,32 triliun. Utang usaha PT XL Axiata Tbk (EXCL) dalam dolar yg dirupiahkan Rp 36,19 triliun.
Baca Juga: Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Analis Untuk Perdagangan Senin (9/10)
Per tanggal 30 Juni 2023, Grup memiliki komitmen atas sejumlah pembelian untuk perluasan jaringan dengan nilai keseluruhan sebesar US$ 325,86. Lalu, utang usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dalam dolar yg dirupiahkan Rp 2,15 triliun. Utang usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) US$ 365,8 juta. Total liabilitas ADRO US$ 2,71 miliar.
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, mengatakan, secara sektoral, perusahaan yang sangat dirugikan dari pelemahan rupiah ini adalah perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor. Sebaliknya, yang diuntungkan dari pelemahan rupiah ini adalah perusahaan yang mengekspor produksinya ke luar negeri.
Menurutnya, dampak dari pelemahan rupiah ini bisa menyerang ke berbagai sektor. Jika perusahaan yang memiliki utang obligasi dalam mata uang dolar, akan menurunkan laba perusahaan secara keseluruhan.
Baca Juga: IHSG Melemah Sepekan, Intip Sentimen yang Menyeretnya
“Ada beberapa emiten properti yang bergantung pada bahan baku impor seperti, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), adapun dari sektor otomotif, properti, juga dari sektor lainnya seperti batubara yang punya utang besar,” kata Teguh kepada Kontan, Minggu (8/10).
Pelemahan rupiah juga tidak menutup kemungkinan memberikan imbas pada pergerakan saham. Dengan kondisi saat ini, Teguh mencermati bahwa kinerja saham pada beberapa emiten, misalnya PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) yang saat ini sahamnya sudah menurun.
“Beberapa hari lalu rupiah telah melemah ke level psikologis Rp 15.000, kini investor sudah menjual saham-saham yang diproyeksi merugi. Bukan karena perekonomian kita sedang ada masalah, tapi karena dolar terus menguat,” jelasnya.
Baca Juga: Menguat di Perdagangan Terakhir, Ini Sentimen IHSG Selama Sepekan
Ada banyak suara yang menyebutkan kalau suku bunga The Fed harus menurun karena ekonomi AS sudah stabil. Dari situ, Teguh memproyeksikan rupiah bisa kembali menguat. Selain itu, sebelum akhir tahun, adanya sentimen pemilu akan membuat konsumsi di Indonesia meningkat.
Teguh merekomendasikan untuk hold pada beberapa saham, seperti, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan target harga Rp 7.200. Lalu saham PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dengan target harga Rp 900, dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) dengan target harga Rp 200.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News