Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang Garuda yang terus terkoreksi dalam beberapa hari terakhir diyakini hanya bersifat sementara. Ekonom Senior Fauzi Ichsan menilai, ke depan masih banyak sentimen yang mampu jadi penopang agar rupiah tidak terdepresiasi lebih dalam.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Jumat (11/9), rupiah tercatat koreksi 0,24% ke level Rp 14.890 per dolar Amerika Serikat (AS) dari penutupan sebelumnya. Sedangkan pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jisdor rupiah mendarat di level Rp 14.979 per dolar AS akhir pekan ini.
"Rupiah sejak awal tahun jadi salah satu mata uang yang kinerjanya lemah di Asia. Kurs dolar AS terhadap rupiah naiknya sudah 8%, sedangkan dolar AS terhadap rupee India naik sekitar 3,2%, dolar AS terhadap won Korea naik sekitar 2,7% dan terhadap baht Thailand naik sekitar 5%," papar Fauzi kepada Kontan.co.id, Jumat (11/9).
Adapun depresiasi yang dialami rupiah sepanjang tahun lantaran tingkat suku bunga acuan yang dipangkas cukup tajam. Ditambah lagi estimasi pemerintah terkait defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang lebih lebar tahun ini.
Baca Juga: Tekanan rupiah makin besar menjelang akhir pekan
Fauzi menekankan bahwa berbagai sentimen tersebut telah memberikan dampak terhadap kepercayaan investor ke rupiah yang sedikit terpengaruh. Ditambah lagi, muncul wacana sebagian defisit APBN akan dibiayai Bank Indonesia (BI) dengan mencetak meskipun dinilai tidak terlalu besar.
"Tapi karena itu one-off atau sementara, dan track record pemerintah dan otoritas fiskal masih baik, kepercayaan investor secara keseluruhan masih bagus. Apalagi defisit selama ini masih di bawah 3% dan track record kita dalam 15 tahun terakhir masih bagus sekali," ujar Fauzi.
Di samping itu, Fauzi menilai rencana PSBB Jakarta yang bakal berlangsung di pekan depan bakal berdampak pada pelambatan ekonomi. Namun, saat pertumbuhan ekonomi berpotensi lambat, investor meyakini pertumbuhan impor turun dan berpotensi memperbaiki neraca perdagangan sekaligus menahan potensi depresiasi rupiah yang lebih dalam.
Baca Juga: PSBB Jakarta diperketat lagi, bagaimana dampaknya ke ekonomi?
"Jadi kalaupun pertumbuhan ekonomi di kisaran 3%-4% tahun depan, prospek Indonesia masih positif, khususnya dari sisi obligasi," ujar dia.
Apalagi, Fauzi menganggap bahwa cadangan devisa (cadev) BI saat ini masih besar dan memungkinkan bagi bank sentral untuk melakukan intervensi. Selama penerapan PSBB Jakarta tidak berlangsung terlalu lama, Fauzi optimistis prospek rupiah ke depan masih positif.
Untuk itu, di sisa tahun ini mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut meyakini rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.750 per dolar AS hingga Rp 15.000 per dolar AS. "Kalau rupiah melemah tajam, itu sifatnya temporer karena BI punya amunisi," pungkas Fauzi.
Baca Juga: Diramal terus koreksi, rupiah berpotensi ke level Rp 15.500 per dolar AS di sisa 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News