kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pekan depan, BRAU bertemu pemegang obligasi


Minggu, 18 Januari 2015 / 19:30 WIB
Pekan depan, BRAU bertemu pemegang obligasi
ILUSTRASI. Yuk intip jadwal penerbangan Surabaya - Labuan Bajo dari Super Air Jet!


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. PT Berau Energy Tbk (BRAU) akan menggelar pertemuan dengan para pemegang obligasi. Rapat ini rencananya dilaksanakan tanggal 20 Januari mendatang di London. 

Dalam pengumuman resmi tanggal 16 Januari 2014, BRAU mengundang pemegang obligasi US$ 450 juta yang jatuh tempo tahun 2015 dan obligasi US$ 500 juta yang jatuh tempo tahun 2017. 

Dalam pertemuan tersebut managemen BRAU mengagendakan tiga hal. Pertama, BRAU akan memberkan update kondisi operasional perusahaan dan kinerja keuangan di kuartal III-2014. Kedua, BRAU akan memberi istilah kunci atas usulan transaksi obligasi yang jatuh tempo pada 2015. Ketiga, perseroan akan membicarakan langkah selanjutnya serta proses pembayaran obligasi. 

Mengutip Bloomberg, BRAU dikabarkan tengah berusaha memperpanjang masa jatuh tempo obligasi senilai US$ 450 juta. BRAU juga berupaya untuk memotong kupon obligasi. 

Sumber Bloomberg menyatakan BRAU berencana membayar sebagian dari obligasi US$ 450 juta di muka dan sisanya tahun 2017. Perseroan juga meminta pemegang obligasi mengurangi kupon surat utang hingga di bawah 10%, dari sebelumnya 12,5%. Sumber yang enggan disebut namanya itu menambahkan, proposal restrukturisasi BRAU juga menawarkan surat utang payment-in-kind (PIK) sebagai pengganti bunga. Surat utang PIK memungkinkan peminjam untuk membayar bunga pinjaman mereka dengan berutang lagi, bukan dengan dana segar. 

Menurut catatan Bloomberg, restrukturisasi adalah upaya kedua yang dilakukan BRAU untuk membayar kembali obligasi. Hal ini dilakukan setelah perseroan menunda rencana penerbitan obligasi baru pada bulan Agustus tahun lalu dengan alasan kondisi pasar merugikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU

[X]
×